Tapi, zaman bertukar, musim berganti; semua hal-hal indah soal harga gambir mahal, sejak beberapa tahun belakangan hanya tinggal menjadi kenangan saja. Terhitung sejak Jokowi menjadi Presiden, sejauh ini harga jual gambir tidak pernah membaik lagi. Padahal, seperti kata petani, bisa saja nilai jual gambir Rp30.000/kg, sudah menjanjikan sedikit keuntungan bagi petani dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses produksi dan pemasaran gambir.
Dengan nilai jual di bawah Rp20.000, dan yang tersering Rp15.000 sampai Rp16.000/kg, pemilik hampir tak mendapatkan apa-apalagi dari ladang gambir yang dimilikinya, sementara para pekerja mendapatkan upah harian jauh dari nilai ideal yang dibutuhkan untuk memutar roda kehidupan.
Kalau banyak di antara petani gambir yang memilih membiarkan ladang gambirnya terlantar tak diurus, bisa dimaklumi, gambir sejak di era Presiden Jokowi tak lagi menyandang predikat sebagai “emas cokelat.” Gambir sama saja dengan sejumah komoditas perkebunan lainnya: susah-susah mengurusnya dengan mengeluarkan tenaga dan biaya yang tidak sedikit, manakala dipanen hasilnya tidak pernah mampu menutupi biaya produksi.
“Lagi-lagi kita serasa bermimpi,” tutup Bardi.*** (Evi)