BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Kebijakan Kementerian Perdagangan terkait kewajiban memasok ke dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) untuk minyak sawit mentah (crude palm oil / CPO), olein, dan minyak goreng, menuai kontroversi.
Satu sisi kebijakan ini menguntungkan industri, namun di sisi lain sangat menyengsarakan masyarakat karena harga sawit anjlok tajam. Keluhan ini yang disampaikan oleh Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung.
Dia mengatakan kebijakan DMO dan DPO telah terbukti menggerus harga sawit masyarakat, bahkan sebelum diberlakukan (Kebijakan DMO dan DPO efektif berjalu per 1 Februari 2022).
“Kebijakan ini berpotensi menekan harga TBS di tingkat petani. Sebab pabrik kelapa sawit (PKS) akan menekan harga pembelian TBS ke petani,” kata Gulat seperti dikutip dari kontan.co.id.
Pergerakan harga CPO sangat berpengaruh dalam mengontrol harga TBS kelapa sawit masyarakat. Tapi, kenaikan harga TBS tidak melulu akan menaikkan keuntungan petani secara signifikan.
Hal itu disebabkan, kebutuhan petani dalam perawatan kebun juga akan menyesuaikan. Kata Gulat, pupuk cenderung naik tajam setelah harga TBS sawit petani mengalami kenaikan.
Sejak Januari 2021 hingga Januari 2022 harga pupuk mengalami kenaikan sekitar 185%. Dengan kondisi seperti ini, para petani sangat terbebani.
Gulat menyebut, ada kesenjangan atas kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait DMO dan DPO. “Dengan harga pupuk yang naik, pemerintah tak dengar teriakan kami. Tapi begitu harga minyak goreng melonjak, pemerintah begitu responsif,” ujarnya.
Di sisi lain, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan dukungan sepenuhnya atas kebijakan tersebut. Kebijakan tersebut diharapkan bisa menjaga stabilitas harga minyak goreng yang stabil tinggi dalam 6 bulan terakhir.
“Dunia usaha mendukung kebijakan pemerintah untuk mencapai stabilitas harga minyak goreng. Mengenai DMO, kami harap bisa menjadi solusi dari upaya stabilisasi harga minyak goreng dan tidak berdampak ke kinerja industri sawit,” kata Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Tofan Mahdi, dikutip dari Bisnis.com.
Tofan mengatakan pelaku usaha masih melihat lebih jauh dampak dari kebijakan ini, baik terhadap harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani, maupun harga CPO di pasar internasional.
Kewajiban pelaku usaha memasok produk CPO ke pasar dalam negeri menjadi sinyal ke pasar internasional bahwa pasokan dari Indonesia berkurang.
Taufan mengatakan, Gapki akan mengukur dampaknya terhadap CPO internasional. Sebab pelaku pasar akan melihat potensi penurunan pasokan dari Indonesia. “Bisa jadi harga CPO ini akan naik,” katanya.
Data asosiasi memperlihatkan bahwa serapan produksi CPO nasional mayoritas dikirim untuk memenuhi pasar ekspor, sementara kebutuhan domestik berkisar 35 persen dari produksi. (bpc2)