BERTUAHPOS.COM — Sebagian warga Di Desa Mukti Sari, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, sudah menggunakan biogas untuk kebutuhan dapur dan listrik, dan pemanfaatan bioslurry untuk kebun dan peternakan mereka.
Program Desa Energi Berdikari di desa ini, tak hanya menjadikan mereka mandiri secara energi, tapi berpeluang meraup keuntungan lebih dari limbah biogas.
Bioslurry adalah limbah yang dihasilkan dari proses fermentasi kotoran ternak dan air. Manfaatnya banyak, karena kaya humus, meningkatkan nutrisi pada tanah, bikin tanah jadi gembur, cocok juga jadi pupuk untuk semua jenis tanaman hortikultura, pestisida pelindung benih, hingga dapat diolah jadi pakan hewan ternak.
Sudarman sudah mempraktikkannya. “Dari biogas untuk kebutuhan dapur dan listrik, dia bisa menghemat sekitar 80 ribu rupiah per bulannya,” kata Ketua Kelompok Tani Bhina Mukti Sari itu kepada Bertuahpos.com, Sabtu, 24 Agustus 2024.
Sudarman juga mengganti pupuk kimia di kebun sawitnya dengan bioslurry, penghematannya mencapai 6,1 juta per bulan. Penghematan juga terjadi untuk pakan ikan. Biasanya perlu tiga karung pakan hingga ikan-ikannya panen.
Sekarang, cukup satu karung, itupun tak habis, dan dia bisa menghemat sekitar 800 ribu rupiah. Total sekitar 6,1 juta rupiah bisa dihemat setelah dia memanfaatkan biogas dan bioslurry.
Saat ini, upaya produksi bioslurry menjadi POP dan POC dalam skala besar sedang dijajaki oleh Kelompok Biotama Agung Lestari, di bawah naungan Kelompok Tani Bhina Mukti Sari.
Dari 20 reaktor biogas di desa ini dihasilkan sebanyak 773,3 liter POC per bulannya. Jumlah ini bahkan meningkat per Agustus 2024.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Yayasan Rumah Energi—mitra PHR yang mendampingi DEB Mukti Sari—mencatat total produksinya meningkat sampai 1.000 liter per bulan (per Agustus 2024). Sedangkan total produksi POP menyentuh angka 4 ton per sekali produksi.
Menurut Community Development Officer Yayasan Rumah Energi, Femi Rianto, POP dan POC yang diproduksi oleh Kelompok Biotama Agung Lestari, sudah dilepas ke pasaran, meskipun belum optimal.
POC dengan merek; Prima Bioslurry ini dijual Rp30 ribu per liter. Sedangkan POP dengan merk; Kompos Prima bioslurry Padat, dijual Rp3 ribu per kilogram.
“Kendalanya saat ini hanya pada peralatan produksi yang masih kurang, dan mereka tengah mencari solusinya,” katanya.
Sedangkan masyarakat yang memanfaatkan biogas dari program DEB, bisa langsung menggunakan bioslurry pada kebun dan ternak mereka, seperti yang dilakukan Sudarman dan dan Suhada. “Alhamdulillah, untuk sehari-hari cukup,” kata Suhada.
Seiring dengan tingginya minat penerima manfaat, program DEB berbasis biogas tak mentok di kotoran sapi. Melainkan sudah dikembangkan dengan pemanfaatan limbah organik pasar, limbah tahu, limbah dari santri pondok pesantren, dan kotoran kambing.
Manager CSR PHR WK Rokan, Pinto Budi Bowo Laksono, mengatakan bahwa Desa Energi Berdikari adalah bagian dari Program tanggung jawab sosial dan lingkungan PT Pertamina Hulu Rokan, Wilayah Kerja Rokan. Harapannya, kemandirian energi dan meningkatnya ekonomi masyarakat dapat terwujud.
“Tujuan dari program ini tidak lain untuk mengurangi emisi karbon, percepatan transisi energi masyarakat, dan mendukung target pemerintah terwujudnya Net Zero Emission,” tuturnya saat aktivasi DEB Mukti Sari pada Juni lalu.
Tahun 2022 lalu, sebanyak 8 unit reaktor biogas dibangun di desa ini. Namun, peminat penerima manfaat terus meningkat. Total saat ini, PHR WK Rokan sudah membangun sebanyak 21 reaktor biogas, 20 diantaranya ada di Desa Mukti Sari.
Selain dari potensi ekonomi yang menjanjikan, program ini mencatatkan potensi reduksi emisi karbon hingga 56,8 ton CO2 equivalent per tahun. Sepanjang 2023, total ada 319,38 ton limbah organik yang dikelola.
“Adapun DEB Mukti Sari, merupakan satu dari 28 DEB di seluruh Indonesia, dan DEB berbasis biogas terbesar, dengan total kapasitas reaktor mencapai 165 meter kubik dengan 150 orang merasakan manfaatnya,” tuturnya.***