BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Polisi dari Polda Riau sudah menetapkan sebanyak 12 tersangka dalam kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Provinsi Riau. 12 tersangka tersebut berasal dari warga, dan belum ada dari korporasi, atau perusahaan perkebunan di Provinsi Riau.
Dalam catatan Satgas Penegakan Hukum (Gakum) Polda Riau, jumlah tersangka tersebut meningkat 2 kali lipat jika dibandingkan Februari lalu, dengan jumlah tersangka dalam kasus ini hanya 6 orang, di 5 kabupaten/kota.
“Memang ada penambahan jumlah tersangka dari sebelumnya 6 orang kini menjadi 12 orang, menjelang akhir Maret ini. Para tersangka ini tertangkap tangan melakukan pembakaran. Semuanya perorangan,” kata Kapolda Riau, Irjen Pol Widodo Eko Prihastopo.
Di Kabupaten Rokan Hilir, terdapat 3 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian di Bengkalis ada 1 orang tersangka, Dumai 5 orang tersangka, Meranti 2 orang tersangka, dan Pekanbaru ada 1 orang.Â
“Seluruh tersangka merupakan perorangan. Belum ada korporasi yang menjadi tersangka dalam kasus Karhutla di Riau tahun ini,” ungkapnya.
Widodo menjelaskan bahwa Polda Riau sebagai bagian dari Satgas Karhutla terus melakukan penegakan hukum sebagai upaya menekan luasan kebakaran lahan dengan menimbulkan efek jera. Polda akan bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang terbukti melakukan pembakaran
Sementara itu, terhadap sebanyak 12 tersangka tersebut menimbulkan kekecewaan dari kalangan penggiat lingkungan di Provinsi Riau. Pasalnya, penegakan hukum atas kasus Karhutla di Provinsi Riau masih dinilai mandul, karena belum menyentuh korporasi.Â
“Menilai pernyataan Panglima TNI dan Kapolri terkaitÂ
penegakan hukum terhadap korporasi pembakar hutan dan lahan, hanya basa-basi, tidak sesuai fakta dan hanya pencitraan semata,†kata Koordinator Jikalahari, Made Ali.Â
Jikalahari mencatat, pada 13 Maret 2019 Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian meninjau lokasi bekas kebun karet warga terbakar di Pulau Rupat, Bengkalis.Â
Kedua petinggi TNI dan Polri menyatakan bahwa penegakan hukum atas kasus karhutla di Riau tidak hanya sebatas kepada masyarakat, namun juga perusahaan yang diduga kuat melakukan pembakaran lahan. Baik untuk keperluan perluasan lahanÂ
maupun lalai dalam menjaga lahan.
“Nah, kenapa tidak langsung mengecek areal korporasi yang terbakar di Rupat, padahal jelas areal PT.Â
Sumatera Riang Lestari, PT Sarpindo Graha Sawit Tani dan PT Marita Makmur Jaya terdapat hotspot yang tinggi,†kata Made dalam rilisnya, 15 Maret 2019 lalu.
Jikalahari mencatat sejak 2013-2015, Polda Riau memang memiliki prestasi besar melakukan penegakan hukum karhutla terhadap korporasi seperti PT. Adei Plantation and Industry, PT. National Sagoo Prima, PT. Langgam Inti Hibrindo dan PT. Palm Lestari Makmur. Korporasi ini berhasil diproses dan dilimpahkan ke Kejaksaan hingga divonis bersalah oleh pengadilan.Â
Lalu, 2015 saat terjadi kebakaran melanda Riau, Polda Riau menetapkan 15 korporasi pembakar hutan dan lahan. Namun, kasusnya dihentikan pada 2016. “Sejak saat itu, Polda Riau belum menetapkan tersangka korporasi padahal 2017-2019 lahan korporasi kembali terbakar,†kata Made Ali.
Â
Sejak Januari 2019 hingga hari ini, pantauan satelit Terra-Aqua Modis menemukan ada 304 hotspotÂ
dalam areal konsesi korporasi dan 111 titik diantaranya berpotensi menjadi titik api.Â
Jikalahari juga mendesak Kapolri untuk membuktikan kata-katanya dengan membuka SP3 15 korporasi terlibat karhutla di 2015, karena ditemukan pada 2019 areal korporasi dipenuhi hotspot dan kembali terbakar.Â
“Jika tahun 2019 tidak ada korporasi menjadi tersangka karhutla, itu menandakan Kapolri dan Panglima TNI tidak punya keberanian memberantas kejahatan korporasi pembakar hutan dan lahan. Beraninya cumaÂ
menetapkan warga sebagai pembakar hutan dan lahan,†kata Made Ali. (bpc3)