BERTUAHPOS.COM – Perkotaan identik dengan masalah polusi, kemacetan, kesemrawutan, daerah kumuh, masalah kesenjangan sosial, dan kualitas lingkungan.
Selain berhadapan dengan masalah tersebut, kota-kota di Indonesia juga mengalami persoalan tata kelola managemen perkotaan yang tidak efisien.
Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP), Bernardus R. Djonoputro, kepada VIVAnews, Senin 11 Agustus 2014, mengungkapkan, selain persoalan fisik, kota juga mengalami kesulitan permasalahan pengelolaan yang disebabkan oleh minimnya kapasitas kelembagaan dan SDM pengelola kota di Indonesia.
IAP, menurutnya, telah melakukan survei pada kuartal kedua 2014 mengenai most liveable city index di Indonesia.
Indeks ini, menurut Bernadus, merupakan persepsi aktual warga kota yang menunjukkan tingkat kenyamanan kota berdasarkan persepsi warga yang hidup di kota tersebut.
“Survei ini dilakukan untuk mengukur kualitas hidup warga kota dan melakukan identifikasi awal faktor-faktor kritis pembangunan pada masing-masing kota berdasarkan persepsi dan kesan warganya,” katanya.
Bernadus mengungkapkan, survei tersebut dilakukan di 17 kota metropolitan dan sedang di Indonesia.
Ke-17 kota tersebut adalah Bogor, Bandung, Semarang, Solo, Surabaya, Malang, Yogyakarta, Balikpapan, Banjarmasi, Palangkaraya, dan Samarinda. Selanjutnya adalah Pontianak, Makassar, Jayapura, Palembang, Medan, dan DKI Jakarta.
Kota-kota ini dinilai dari hasil survei dengan skala 0-80. Bernadus memaparkan, dari seluruh kota tersebut, ada tujuh kota yang memiliki nilai di atas rata-rata nasional. Yang tertinggi adalah Balikpapan (71,12).
Selanjutnya disusul oleh Solo (69,38), Malang (69,3), Yogyakarta (67,39), Palembang (65,48 persen), Makassar (64,79), dan Bandung (64,4).
Bernadus mengungkapkan, warga menempatkan ekonomi sebagai faktor paling penting untuk kelayakan hunian kota bersama dengan kebersihan dan fasilitas kesehatan.
Yang menyedihkan adalah empat kota metropolitan nilainya jeblok di bawah rata-rata nasional. Mereka adalah DKI Jakarta (62,14), Semarang ( 63,37), Medan (58,55), dan Surabaya (61,7).
Bahkan, Medan merupakan kota dengan indeks paling rendah dibandingkan 17 kota lainnya yang disurvei, diikuti oleh Jayapura (58,96).
Kota-kota menengah, menurut Bernadus, saat ini lebih diminati dan dianggap layak sebagai tempat untuk dihuni. Sebab, kota-kota besar dianggap terlalu padat, sehingga beban seperti kemacetan terus bertambah dan kenyamanan pun berkurang.
Survei ini, menurutnya, harus menjadi perhatian para pemimpin daerah, baik walikota ataupun gubernur, agar kota mereka bisa menjadi lebih baik lagi bagi warganya.
Dia menjelaskan, indeks tersebut juga bisa menjadi pedoman bagi swasta melakukan investasi, terutama pada kota-kota yang tidak lagi menjadikan aspek kebutuhan dasar sebagai penentu kelayak hunian.(Vivanews)