BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Peraturan Pemerintah (PP) nomor 71 tahun 2014 tentang perlindungan dan mengelolaan ekosistem gambut, dinilai akan berdampak negatif bagi pengusaha.
Peraturan yang mengharuskan pengusaha perkebunan menjaga debit ketinggian air hingga 0,4 meter ini dianggap merusak tanaman sawit atau HTI. Lalu apakah PP Gambut ini menjadi bumerang bagi pengusaha perkebunan sawit dan HTI di Riau?
Dosen Agroekologi Universitas Riau Suondo berpendapat bahwa PP tersebut sudah menjelaskan tentang konsep pembangunan perkebunan berkelanjutan, baik secara aspek ekologi, ekonomi dan sosial.
Ketiga aspek ini harus saling beterkaitan satu sama lain. “Jadi bukan dipertentangkan. Tapi disinergikan,” ujarnya kepada bertuahpos.com, Jumat (27/03/2015).
Anggota Perimpunan Gambut Indonesia Ini menyebutkan, pada dekade 90-an, secara ekonomi pengelolaan perkebunan di lahan gambut membutuhkan biaya sangat besar. Itu pula menjadi penyebab munculnya konflik yang tidak sedikit.
Namun bagi perusahaan, kondisi gambut di Riau dikelola habis-habisan. Pemerintah yang memulai jor-joran memberikan izin sebanyak-banyaknya kepada perusahaan untuk mengelola area tersebut.
Maka jangan heran kalau berdampak negatif pada debit air di lahan gambut yang menurun. “Tentu saja kawasan gambut yang ada jadi terganggu,” sambungnya.
Suondo menilai, bahwa di Riau sebagian besar praktek-praktek alih pungsi lahan gambut ini sangan terencana. Kehadiran PP nomor 71 tahun 2014 tidak lain bermaksud untuk mengembalikan kondisi itu. (Melba)