BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Setelah sebelumnya kalimat Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) dianggap tidak relevan dengan instansi yang menanganinya, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kalimat tersebut bertukar posisi menjadi Kebakaran Lahan dan Hutan (Karlahut).
Pada prinsipnya maksud dari kalimat itu sama saja. Namun hanya karena dianggap tidak singkron, makanya kalimat itu diputar balik. Menyindir hal itu ada saja guyonan yang dimunculkan oleh Pengamat Tata Kota Pekanbaru, Mardianto Manan.
Dosen Universitas Islam Riau itu mempelesetkan maksud Karlahut dipakai karena hutan sudah sedikit dibanding lahan di Riau. Sebab itu kata “lahan” dipakai lebih dulu ketimbang kata “hutan”.
“Saya ingat cerita nenek saya dulu. Di Kabupaten Taluk Kuantan dulu sangat banyak ilegaloging. Saya bertanya kepada nenek saya, kapan kegiatan mencuri kayu itu bisa berhenti. Nenek saya sebut, ilegaloging bisa berhenti kalau kayunya sudah habis,” ujarnya.
Teringat dengan ucapan itu, Mardianto juga ingat dengan kata “Karlahut” yang kini digunakan pemerintah dalam menyingkat istilah kebakaran lahan dan hutan. Jika bertanya kapan asap di Riau bisa berhenti, mungkin setelah hutan di Riau ini tidak ada lagi. Barulah asap di Riau hilang.
“Menyikapi masalah Karlahut di Riau, menurut saya ada yang aneh dengan sistem kontroling dari pemerintah. Apakah pemerintah harus menunggu hutan di Riau ini habis terbakar dulu, baru ambil tindakan?” ungkapnya.
Lebih jauh dia memberikan sikap terhadap kasus Karlahut di Riau, menurut pandangan Mardianto, Pemerintah harus bertindak tegas terhadap pelaku pembakar lahan dan hutan di Riau. Dia juga sempat menyinggung kasus SP3 15 perusahan yang diduga terlibat dalam kebakaran lahan oleh Polda Riau.
Dari tindakan tersebut, menurut dia jelas membuktikan bahwa pemerintah dan aparat penrgaj hukum belum memeberikan rasa keadilan baagi masyarakat, yang menjadi korban asap di Riau. “Masalahnyakna jelas, ada banyak perusahaan yang harusnya ditatpkan jadi tersangka malah dibebaskan oleh Polda Riau. Terus pemerintah mau diam saja?” sambungnya.
Satu hal lagi menurut Mardianto sangat penting. Pemerintah Provinsi Riau harus segera menuntaskan masalah Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) di Riau. Masih bermunculnya titik api juga disebabkan oleh masalah tata ruang Riau yang belum jelas.
Akibatnya, terlalu banyak masyarakat dan perusahaan yang mengklaim sebagai tanah mereka, dan bertindak semena-mena untuk menggarapnya dengan cara membakar lahan. “Ada banyak kasus yang membuktikan setelah pelaku ditangkap dibebaskan karena ada bekingan dibelakangnya,” tambahnya.
Penulis: Melba