BERTUAHPOS.COM, JAKARTA – Ditjen Pajak membantah pengenaan pajak terhadap usaha mikro, kecil dan menengah, tidak adil, tetapi justru memudahkan pelaku pelaku usaha.
Kepala Seksi Hubungan Eksternal Ditjen Pajak Chandra Budi mengatakan pihaknya menyadari UMKM dalam menjalankan usaha tidak menggunakan pembukuan, berbasis transaksi tunai dan tidak bankable sehingga  akan kesulitan menghitung laba atau rugi dengan tepat.
Ditjen Pajak telah menemukan cara yang sederhana untuk menghitung omzet sekaligus pajak yang harus disetor UMKM, yakni dengan menentukan dengan menentukan (deemed) atas biaya-biaya pengurang penghasilan bruto dalam perhitungan pajaknya.
Dengan demikian, secara tidak langsung penentuan tarif 1% dari omzet sudah memperhitungan perhitungan rugi atau laba wajib pajak.
“Penerbitan PP Nomor 46/2013 dapat dikatakan sebagai bentuk kesederhanaan atau kemudahan bagi wajib pajak dengan peredaran bruto (omzet) di bawah Rp4,8 miliar atau lebih dikenal dengan pelaku usaha UKM, untuk menjalankan kewajiban perpajakannya tadi,” katanya kepada Bisnis, Kamis (27/6).
Regulasi itu, lanjutnya, juga memberikan insentif lain berupa tarif pajak yang lebih rendah daripada tarif normal sebagaimana ditetapkan dalam pasal 17 UU Pajak Penghasilan (PPh).
Dalam simulasi penghitungannya, Chandra menjelaskan jika asumsi rata-rata laba UMKM berkisar 7% dari omzet, maka tarif 1% berdasarkan omzet tersebut hanya akan setara dengan 14,3% dari laba usaha.
Tarif itu lebih kecil daripada tarif sesuai dengan pasal 17 UU PPh sebesar 25%
untuk WP Badan atau 15% untuk WP Orang Pribadi dengan laba antara Rp50 juta-Rp250 juta per tahun.
“Oleh karena itu, tidak benar penggenaan pajak bagi UMKM melanggar keadilan, tetapi justru memberikan kemudahan, kesederhanaan dan insentif bagi pelaku UKM dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya,” ujarnya.
Dia menjelaskan setiap WP, baik orang pribadi maupun badan, yang telah memenuhi persyaratan subjektif, yakni WNI atau badan usaha yang didirikan di Indonesia, serta syarat objektif, yakni menerima atau memperoleh penghasilan, diwajibkan memilki nilai pokok wajib pajak (NPWP) dan menjalankan kewajiban perpajakannya.
Dengan demikian, sepanjang pelaku usaha UMKM yang memenuhi syarat subjektif dan objektif sebagaimana diatur dalam UU Perpajakan, maka mereka wajib menjadi WP dan menjalankan kewajiban perpajakan dengan membayar dan melaporkan pajak terutang.
Ekonom Faisal Basri sebelumnya menilai pengenaan pajak bagi UMKM tidak adil karena tidak mempertimbangkan apakah pelaku usaha membukukan rugi atau laba. (bisnis.com)