BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Belum selesai aksi demonstrasi ratusan guru dan konflik sengketa lahan, mahasiswa dari Universitas Riau rencananya juga akan melakukan aksi demonstrasi mengenai masalah kabut asap yang melanda Provinsi Riau di awal 2019 ini.Â
Seruan aksi ini tersebar melalui pesan WhatsAPP dan mengajak masyarakat Riau untuk sama-sama turun ke jalan memerangi asap dan mendesak Gubernur Riau untuk menyelesaikan masalah Karhutla.
“Sejak Januari hingga awal Maret 2019, karhutla kembali terjadi di Riau terutama bagian pesisir seperti di Kabupaten Bengkalis, Meranti, dan Rokan hilir. Total sekitar 1.485 Ha hutan Riau kembali dilalap si jago merah. Hal ini menyebabkan kualitas udara di Riau menurun sehingga banyak warga yang terserang ISPA dan lebih kurang sekitar 2.717 warga riau terkena dampak dari karhutla ini,” ujar BEM Unri, Randi Adiyana dalam seruan tertulisnya yang diterima bertuahpos.com, Senin, 11 Maret 2019.Â
Dia menyebut, Gubernur Riau menetapkan status karhutla Riau menjadi status siaga darurat karhutla sejak 19 februari hingga 8 bulan kedepan. Masih ada 49 korporasi yang belum diproses secara hukum karena di dalam kawasan terdapat titik hotspot terjadi kebakaran.Â
Terdapat 15 korporasi yang sudah di SP3 oleh Kapolda Riau dan menemukan alasan yang jelas. Pemerintah Daerah harus serius dalam menangani masalah karhutla yang menjadi musibah rutin setiap tahun.Â
“Bahkan ketua BPBD mengatakan ada oknum yang bermain di balik kebakaran hutan yang terjadi di Riau. Setelah pernyataan ini tidak ada tindak tegas dari Gubernur Riau sebagai pimpinan daerah dalam memberantas oknum yang diduga pelaku pembakaran hutan dan lahan,” ungkapnya.Â
Randi menyebut, setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar UU no. 32 tahun 2009 sudah mengatur tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tersapat dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h UUPPLH:
Setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, Pasal 108 UUPPLH :
Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.Â
Dalam pasal 76 tentang Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatanÂ
jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. (2) Sanksi administratif terdiri atas: teguran tertulis; paksaan pemerintah; pembekuan izin lingkungan; atau pencabutan izin lingkungan.Â
“Dari peraturan penegak hukum di atas seharusnya Pak Syamsuar fokus pada pemberantasan pelaku Karhutla bukan malah sibuk bersosialisasi atas masalah klasik yang terjadi sejak tahun 1997. Maka dari itu kami mengajak seluruh mahasiswa Universitas Riau untuk hadir aksi ini,” sambungnya. (bpc3)