BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Saat ini tumpukan sampah hampir ditemukan di setiap jalan protokol di Kota Pekanbaru, Riau. Namun sudah mulaj berkurang karena Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau menawarkan bantuan kepada pemerintah setempat.
Â
Proyek Swastanisasi Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru tersebut cukup menjadi ‘beban’ bagi seluruh elemen masyarakat di Kota Bertuah. Pasalnya, tumpukan sampah itu bukan lagi hanya sekedar berbau, tetapi sudah layak disebut ‘horor’ sampah.
Â
Pengelolaan sampah oleh pihak RTR dan RW, kelurahan hingga kecamatan pada sistem semula dirasa tidak pernah menimbulkan masalah besar seperti ini.
Â
Karena pada saat itu, para RT dan RW memanfaatkan kebersamaan bersama warga lingkungan untuk terus memantau serta membersihkan lingkungannya masing-masing.
Â
Sejak diambil alih Pemko Pekanbaru dan dijadikan proyek dengan melibatkan pihak ketiga, bukannya lebih baik dan lebih cepat, malah menimbulkan masalah yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Â
Program swastanisasisenilai Rp53 miliar ini terkesan hanya sekedar proyek tanpa memikirkan efek positif dan negatifnya. Ujung-ujungnya, PT Multi Inti Guna (MIG) sebagai pemenang tender malah diputus kontrak tengah jalan.
Â
Sementara miliaran rupiah sudah anggaran mengucur untuk proyek tersebut. Lantas apakah uang miliaran rupiah tersebut dilepas begitu saja setelah PT MIG diputus kontrak?
Â
Direktur Eksekutif LSM Indonesian Monitoring Development (IMD), Raja Adnan meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) agar melakukan audit terhadap proses pembayaran PT MIG oleh Pemko lewat APBD tersebut. “BPKP audit semua,” tuturnya.
Â
Selain itu Raja Adnan mempertanyakan proses tender Rp53 miliar yang dilakukan Unit Layanan Pengadaan (ULP) . “Kita harus pertanyakan ULP mencari perusahaan yang benar-benar mampu. Dugaan saya tidak fair perusahaan tidak punya kapasitas bisa ditunjuk pemenang tender,†ujarnya.
Â
Plt Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Pekanbaru, Alek Kurniawan mengaku belum bisa memastikan adanya potensi kerugian negara.
Â
Alek menilai, potensi kerugian negara akibat kontrak kerjasama dengan PT MIG tersebut kecil kemungkinan. Sebab, anggaran yang sudah diserahkan ke pihak ketiga sampai bulan ke tujuh melakukan pekerjaan di Pekanbaru baru Rp8,5 miliar dari nilai kontrak sebesar Rp53 miliar.
Â
“Dari November sampai Mei atau lebih kurang 7 bulan bekerja, baru Rp8,5 milliar uang yang mereka terima. Atau 20 persen dari nilai kontrak. Saya rasa tidak ada kerugian negara di sana,” sebutnya.
Â
Menurut keterangan Alek, jika dihitung rata-rata perbulannya, maka pihak perusahaan hanya mendapatkan uang sebesar Rp1 milliar. Jika kontrak PT MIG diteruskan selama setahun, maka nilainya tidak akan sampai Rp53 milliar sesuai dengan kontrak yang ada. “Sisanya enam bulan lagi kalau diteruskan paling hanya Rp14 sampai Rp15 miliar. Berarti tidak habis sama mereka Rp53 miliar itu, dari mana ruginya, itu logikanya,” sebut Alek.