BERTUAHPOS.COM — Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, kembali memberikan tanggapan terkait pemecatan lima karyawan Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terbukti melanggar aturan dan etika.
Dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) di Jakarta pada Jumat, 6 September 2024, Mahendra menegaskan bahwa tidak ada pengecualian dalam penanganan kasus gratifikasi, baik yang melibatkan staf maupun pejabat BEI.
Mahendra menyatakan bahwa semua pelanggaran yang terbukti harus ditindak tegas, tanpa ada perlindungan bagi siapapun yang terlibat.
“Tidak ada pengecualian dan tidak boleh ada yang dilindungi. Jika ada pihak lain, baik staf maupun pejabat Bursa, yang terlibat, maka kami akan mendalami dan memeriksa lebih lanjut,” ujar Mahendra.
OJK mengapresiasi langkah tegas BEI yang memecat lima karyawan tersebut. Menurut Mahendra, tindakan ini penting untuk menunjukkan bahwa tidak ada tempat bagi individu yang merusak integritas dan kredibilitas Bursa, yang dapat berdampak besar pada kepercayaan pasar.
“Bursa bersama OJK terus melakukan pendalaman dan tindak lanjut terhadap pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus ini,” tambah Mahendra.
Dalam kesempatan yang sama, Mahendra juga mengungkapkan bahwa OJK sedang mengawasi dengan ketat proses penyelidikan terkait keterlibatan calon emiten dalam kasus gratifikasi ini.
“Apabila ada sepuluh calon emiten yang terlibat, hal itu juga merupakan pelanggaran yang tidak dapat ditolerir dan harus ditindak,” tegasnya.
Terkait dengan isu keterlibatan karyawan OJK dalam kasus gratifikasi ini, Mahendra memastikan bahwa OJK telah melakukan audit menyeluruh dan tidak menemukan bukti adanya keterlibatan staf OJK.
“Kami sedang mendalami dan mengaudit kemungkinan keterlibatan, tetapi sampai saat ini, tidak ada bukti bahwa staf OJK terlibat dalam penerimaan dana yang melibatkan lima karyawan BEI tersebut,” tegas Mahendra.
OJK berkomitmen untuk terus mengawasi dan memastikan integritas lembaga keuangan tetap terjaga, terutama dalam menghadapi kasus-kasus yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap pasar keuangan di Indonesia.***