Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong hasil penelitian dari Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan (MLTL) untuk dimanfaatkan dalam pengembangan industri kreatif di Indonesia.
Kepala Pusat Riset MLTL, Sastri Sunarti, menegaskan bahwa Indonesia memiliki kekayaan berupa manuskrip dan cerita-cerita rakyat yang dapat dijadikan basis industri kreatif.
“Kami berharap dapat bekerja sama dengan berbagai instansi dan lembaga, termasuk production house,” katanya, seperti dilansir dari laman resmi BRIN, Jumat, 19 Juli 2024.
Menurutnya, dengan upaya ini, maka dapat mengembangkan satu industri berbasis riset. “Kami sudah mencoba menjajaki kolaborasi dengan kolega kami, termasuk orang-orang film seperti Punjabi Bersaudara. Riset dan bahan-bahannya ada pada kami, mari kita ajak mereka untuk berdiskusi serius mengembangkan ini menjadi industri,” sebutnya.
Sastri mengatakan, bahwa hal ini merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan impian BRIN sebagai pusat riset, “Namun kami tidak bisa melakukannya sendiri, kami butuh kawan-kawan lain di luar,” ujar Sastri.
Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra, Herry Jogaswara, menambahkan bahwa hasil riset yang berupa model atau kumpulan riset diharapkan bisa memberikan kontribusi terhadap pengembangan pengetahuan dan kebijakan.
“Setiap bidang riset seharusnya bisa memberikan kontribusi, meskipun bukan pusat riset atau organisasi riset yang melakukan sendiri pengembangan dari hasil riset tersebut,” jelasnya.
Herry menekankan pentingnya webinar ini sebagai sumber inspirasi bagi pihak yang ingin mengembangkan hasil riset ke dalam industri kreatif. Saat ini, BRIN memiliki program pusat kolaborasi riset yang menggabungkan kegiatan riset dengan industri.
“Sampai saat ini baru ada satu pusat kolaborasi riset berbasis ilmu sosial humaniora, yaitu Pusat Kolaborasi Riset Arkeologi Sulawesi, yang masih dalam tahap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum masuk ke wilayah industri. Diharapkan dari webinar ini muncul pemikiran untuk mengaitkan kegiatan riset dengan pengembangan industri kreatif,” harapnya.
Herry juga mendorong para peneliti untuk mengeksplorasi berbagai potensi yang ada dalam hasil riset, seperti mengadaptasi elemen budaya Nusantara dalam game.
“Sejauh ini, senjata dalam game banyak yang berasal dari Jepang atau negara lain. Kenapa kita tidak berpikir untuk menggunakan elemen dari Bumi Nusantara yang kaya ini? Banyak hal yang bisa digali. Mudah-mudahan dalam webinar ini, para praktisi dan peneliti bisa menjembatani kesenjangan antara dunia riset dan pengembangan industri kreatif,” tambah Herry.
Dalam kesempatan ini, Herry juga mengajak untuk melakukan riset kolaboratif. BRIN memiliki skema RIIM Ekspedisi yang berfokus pada pengumpulan koleksi etnografi secara kolaboratif di berbagai tempat.
“Riset di Arbastra memiliki potensi besar karena intinya adalah pengumpulan koleksi. Dengan RIIM, kami tidak hanya membuat etnografi mendalam tetapi juga mengumpulkan koleksi yang bisa dilakukan secara kolaboratif,” pungkas Herry.***