BERTUAHPOS.COM — Pemerintah tengah khawatir dengan situasi global yang semakin memburuk. Presiden Joko Widodo, menegaskan tekanan itu mendera seluruh negara, termasuk Indonesia.
“Kita harus bersyukur pertumbuhan ekonomi kita masih di atas 5%,” ujar Jokowi dalam sebuah pernyataan yang dirilis melalui akun YouTube Sekretariat Kabinet pada 27 Oktober 2023.
Faktor yang Berpotensi Tekan Ekonomi Indonesia
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengakui bahwa tekanan ekonomi global saat ini sangat signifikan.
Berbagai faktor, termasuk konflik di berbagai wilayah seperti Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina, fluktuasi harga komoditas energi dan pangan yang dipengaruhi oleh fenomena El Nino, serta tren suku bunga yang tinggi.
Semua itu, kata dia, berpotensi memberikan tekanan pada ekonomi Indonesia, terutama mulai kuartal IV-2023.
Dampak dari tekanan global tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan melambat menjadi sekitar 4,86% pada kuartal IV-2023, turun dari asumsi awal sebesar 5,06%.
“Di sepanjang 2023, pertumbuhan ekonomi diestimasi akan mencapai 5,04%, turun dari asumsi awal sebesar 5,09%,” jelasnya.
Sedangkan di tahun depan, pertumbuhan ekonomi hanya akan mencapai 5,08% dari asumsi di APBN 2024 yang sebesar 5,2%.
Bagaimana dengan Realisasi APBN?
Meskipun begitu, ada beberapa berita positif. Hingga September 2023, realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih menunjukkan tren positif.
APBN surplus sebesar Rp67,7 triliun atau sekitar 0,32% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, keseimbangan primer masih mencatat surplus sebesar Rp389,7 triliun.
Surplus APBN didorong oleh penerimaan negara sekitar Rp2.035,6 triliun, yang tumbuh sekitar 3,1% dibandingkan tahun sebelumnya.
Belanja negara juga tumbuh 2,8% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi sekitar Rp1.967,9 triliun.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2023 mencapai 5,17%, dan pemerintah berharap tren positif ini akan berlanjut di kuartal III dan IV, meskipun masih sedikit di bawah target yang tertuang dalam APBN.
Selain itu, inflasi per September 2023 juga cenderung terkendali, dengan tingkat tahunan mencapai 2,28%, lebih rendah dari asumsi APBN sebesar 3,6%.
Namun, nilai tukar rupiah mengalami tekanan besar, hampir mencapai level Rp16.000 per dolar AS.
Meskipun demikian, jika dilihat dari awal tahun, rupiah hanya mengalami depresiasi sekitar 1,35%, dengan nilai rata-rata sejak awal tahun di sekitar 15.171 per dolar AS, sedikit di atas asumsi APBN sebesar Rp14.800 per dolar AS.
Sementara itu, suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun, meskipun lebih rendah dari asumsi APBN, tetap dalam kondisi stabil. Asumsi APBN menetapkan suku bunga sebesar 7,9%, sementara realisasinya per 24 Oktober adalah 7,10% (eop) dan 6,59% (eop).
Di sektor energi, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price) mencapai US$90,1 per barel (eop) dan US$77,69 per barel, dengan produksi minyak mencapai 608,6 ribu barel per hari dan produksi gas sekitar 954,5 ribu ribu standar kaki kubik per hari hingga September.
“Indonesia harus tetap waspada menghadapi tantangan global, dan berusaha untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam menghadapi ketidakpastian yang masih berlangsung di arena global,” tutur Sri Mulyani.***