BERTUAHPOS.COM — Setiap tanggal 16 Juni diperingati sebagai Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) sedunia.
Namun, pekerja rumah tangga di Indonesia dihadapkan pada kondisi yang tidak baik-baik saja.
Menurut Deputi Bidang PRT Exco Pusat Partai Buruh Jumiyem, pekerja rumah tangga di Indonesia berada pada situasi kerja yang tidak layak.
Pasalnya, mayoritas pekerja pada sektor itu tidak memiliki jam kerja yang jelas, beban kerja tak terbatas, dan upahnya sangat kecil.
Selain itu, selain itu para pekerja rumah tangga di Indonesia selama ini tak diakui sebagai pekerja.
“Sehingga dampaknya pada kondisi PRT yang buruk sekali,” katanya seperti dikutip dari bisnis.com, Sabtu, 17 Juni 2023.
“Kalau dilihat dari unsur ada pekerja, ada pemberi kerja, PRT itu sudah memenuhi unsur tenaga kerja sesuai UU Ketenagakerjaan, tapi tidak diakui sebagai pekerja formal,” ujarnya.
Dalam sebuah acara di Youtube, Jumiyem mengungkapkan besarnya. “Kami berharap pada 2023 ini, Indonesia mampu melahirkan undang-undang perlindungan pekerja rumah tangga yang sudah diperjuangkan selama 19 tahun dan Pemerintah meratifikasi Konvensi ILO 189”.
Jumiyem mengatakan, badan organisasi buruh sedunia (International Labour Organization/ILO) sudah melahirkan konvensi ILO 189 tentang perlindungan terhadap pekerja rumah tangga dan pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Indonesia pernah menyatakan mendukung perlindungan terhadap pekerja di sektor domestik tersebut.
“Beliau [SBY] hadir dalam sidang ILO ke-100 dan menyatakan mendukung serta ingin meratifikasi Konvensi 189. Namun, pada masa SBY juga tidak pernah bahas terkait ratifikasi ini apalagi melahirkan regulasi perlindungan PRT di Indonesia. Pada usia ke 12 sejak 2011, Indonesia tidak pernah bahas ratifikasi konvensi ini,” pungkasnya.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengusulkan sejumlah kebutuhan dan hak pekerja yang harus masuk ke dalam regulasi tersebut.
Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah mengemukakan bahwa salah satu usulan yang akan disampaikan kepada Baleg DPR yaitu terkait pemenuhan hak PRT itu sendiri, kemudian mekanisme pelatihan dan pengawasan para PRT.
“Mekanisme ini penting agar seluruh PRT memiliki bargaining position yang kuat di kemudian hari, baik itu dalam melamar pekerjaan di dalam atau luar negeri,” tuturnya.***