BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Itak Kalamai, merupakan salah satu makanan tradisional khas Riau, lebih tepatnya berasal dari Pujud, Rokan Hilir.
Uniknya kuliner satu ini menjadi lambang penghulu dalam suatu suku, dengan kata lain, kuliner ini melambahkan orang yang bijaksana, berhati lapang dan beralam luas, ibaratnya galamai yang lembut tetapi apabila ditarik tidak akan putus begitu saja.
“Itak Kelamai terbuat dari dari bahan dasar tepung beras, gula dan santan dari 10 biji kelapa. Kemudian dimasak selama 6 jam lalu dimasukan ke dalam wadah khusus yang terbuat dari anyaman daun pandan yang bernama sumpit atau dalam bahasa pujudnya sumpik,” sebut Fitri seorang pengrajin yang sudah biasa membuat Itak Kalamai.
Dia menjelaskan, dalam pembuatan Itak Kelamai agar tetap menjaga cita rasa, harus dibuat secara manual dan tradisional. Itak sama halnya dengan dodol yang ada di daerah lain atau juga disebut jenang oleh masyarakat Jawa.
Bahan dasarnya juga sama seperti. Hanya saja yang menjadi pembeda yakni proses pembuatannya yang diolah sangat manual.
Proses pembuatan Itak Kelamai dimulai dari menghaluskan beras ketan menjadi tepung, lalu dimasak dengan air, setelah itu memasak gula pasir hingga menjadi karamel.
Setelah menjadi caramel masukan tepung beras ketan dan santan, diaduk hingga ketan dan menjadi itak, dan itak di bungkus menggunakan tempat yang bernama ‘sumpik’.
Makanan ini biasanya dibuat untuk keperluan pesta pernikahan, turun mandi, batagak gala dan pesta adat lainnya serta menjelang hari raya. Namun di pusat pusat oleh-oleh, makanan tersebut juga disediakan dan sudah dikemas. “Biasanya harga jual itak kisaran Rp.80.000 perkilonya, bisa juga beli setengahnya,” tambahnya.
Konon menurut tetua terdahulu, Itak Kalamai berasal dari kata ‘Litak’ (bahasa Melayu Rokan) yang berarti letih, capek, loyo. Nama ini disematkan pada kuliner ini, karena memang proses pembuatannya yang panjang sehingga yang membuatnya merasa sangat litak, letih, loyo.
Jenis makanan tradisional ini bahkan wajib ada di saat hari raya Idul Fitri. Dulu itak hidangan wajib setiap rumah penduduk, tanpa memandang status sosialnya. Hal itu karena nilai filosofis yang terkandung di balik kuliner ini yang melambahkan kerendahan hati dan kebijaksanaan.
“Itak bukan hanya sekedar panganan. Itak melambangkan sifat gotong royong dan toleransi antar penduduk. Membuat itak bukan gampang, perlu kerjasama, mulai memarut kelapa, memeras santan, mengaduk (mengacau) di dalam kuali besar (kancah), api pun harus dijaga,” tutur Fitri.*** [Hasanah]