Sektor pariwisata di Riau bak dapat hantaman keras dengan adanya pandemi Covid-19 dalam kurun waktu dua tahun belakangan. Termasuk wisata religi yang tengah dikembangkan Pemprov Riau. Namun kini, wisata religi mulai bangkit menunjukkan eksistensinya. Seperti Mesjid Raya An-Nur, salah satu destinasi wisata religi paling populer di Riau.
Beruntung hujan belum sempat turun. Sore menjelang senja pada Jumat, 8 Juli 2022, bangunan Masjid Raya An-Nur tampak begitu megah, gagah berdiri menantang mentari yang dalam beberapa menit ke depan, akan tenggelam ke peraduannya. Cahaya jingga menyeruak ke semesta alam menyambut malam, memancarkan rona kuning keemasan terjunjung tinggi di atas Masjid itu. Momen ini lah yang paling banyak ditunggu-tunggu.
Beberapa pengunjung sejak tadi sudah menyalakan kamera ponsel mereka ke berbagai objek dengan beragam angle. Mereka berpose layaknya model Islami yang santun. Namun, siluet gagahnya An-Nur tetap menjadi latar belakang paling populer untuk menjadi sasaran bidik. Kamera-kamera itu seolah tak berhenti mengabadikan momentum senja yang memesona. Sungguh menakjubkan.
Tak heran kalau Masjid ini disebut “Mirip Taj Mahal”, tak hanya di mata mereka yang paham dengan artistik, tapi juga di mata awam sekalipun. Siluet kubah besar (sebagai kubah utama) tampak begitu dominan di kelilingi empat kubah pendukung, dan empat kubah menara. Dia seolah kontur kejayaan sebuah peradaban dengan nuansa Islam yang kental di masa terdahulu. Dia seperti profil keanggunan Riau yang memancarkan kemajuan syariat di masa mendatang. Memadukan modernisasi yang madani dalam kultur dan kemajuan teknologi. Semua itu bisa dilihat dengan jelas, dan begitulah sekilas gambaran Masjid An-Nur di sore itu.
Popularitas An-Nur sudah ada sejak lama. Bukan cuma generasi masa kini yang menjadikannya sebagai objek primadona jepretan lensa kamera, mereka yang dulu pernah punya kenangan dengan An-Nur juga masih sering bernostalgia di tempat ini. An-Nur juga menyimpan segudang kenangan bagi Yunus.
“Tak lengkap kalau ke Pekanbaru, tak sampai dan salat di sini,” kata pria berusia 55 tahun itu, seorang warga dari Kabupaten Indragiri Hilir yang kebetulan berjumpa dengan Bertuahpos.com, sore itu.
Sejak tahun 1980-an, dia sudah bersentuhan dengan Masjid ini. “Waktu itu saya masih bawa kayu dari Inhil lewat sungai. Kalau lagi antar barang ke Pekanbaru, saya pasti mampir ke Masjid ini. Dulu tak seperti ini. Sekarang sudah jauh lebih megah dari dulu,” kenangnya.
Sewaktu mendiang istrinya masih hidup, mereka selalu menghabiskan 10 malam terakhir Ramadhan untuk beriktikaf di Masjid An-Nur. Berkunjung ke An-Nur saat menghabiskan masa liburan jika ke Pekanbaru sudah menjadi agenda rutin baginya. Di Masjid ini dia bisa mengingat dengan jelas senyuman sang Istri. Hangatnya saling merangkul menatap kamera, syahdunya menghabiskan waktu berdua di kala senja.
Di mata Yunus, An-Nur tak cuma hadir dengan kemegahan semata, tapi juga membawa aura romantis yang menenangkan jiwa. Dia mengingat momen itu dengan istilah “Senja di Bawah Naungan An-Nur”. Tak ragu dia berucap, “…kemegahan An-Nur tak kan pudar dilekang zaman.”
Masjid Raya An-Nur memang menyimpang keunikan tersendiri. Secara struktur bangunan, masjid ini terdiri dari dua lantai. Di lantai dua dijadikan sebagai tempat salat. Sedangkan di lantai dasar ada tempat mengaji, tempat berkumpul, sekretariat masjid, ruang remaja masjid, dan kelas tempat pendidikan Islam.
Masjid ini memiliki pekarangan seluas 12,6 hektar. Tak hanya megahnya bagunan Masjid yang menarik perhatian, di sekeliling masjid ini juga dibuat taman hijau dengan berbagai jenis tanaman bunga dan pepohonan. Diantaranya pohon kurma, yang berhasil mengumbut hati banyak pengunjung.
Sementara untuk di bagian dalam masjid, memiliki ukiran-ukiran khas Melayu yang indah. Dinding di dalamnya dihiasi dengan ukiran kaligrafi arab bercorak warna-warni, memancarkan kekhasan kemelayuan dan Islam yang kental.
Orang-orang yang pernah berkunjung ke Masjid An-Nur hampir dipastikan sepakat kalau Masjid ini mirip Taj Mahal, sebuah bangunan bersejarah di India. Hal itu kian diperkuat dengan adanya kolam besar memanjang persis di halaman Masjid ini.
Arsitektur Masjid Raya An-Nur adalah akulturasi tradisi Melayu, Arab, India dan Turki. “Dilihat sisi bangunannya, terdapat satu kubah besar di tengah dan empat kubah kecil berwarna hijau, serta empat menara yang mengelilingi,” kata salah seorang pengurus Masjid Raya An-Nur, Hartono.
Masjid Raya An-Nur Pekanbaru dibangun pada tahun 1962 dan selesai tahun 1968, oleh arsitek ternama Ir Roosseno. Sejarah pembangunan Masjid Raya An-Nur erat kaitannya dengan pembangunan Kota Pekanbaru sebagai Ibukota Provinsi Riau.
Dia bercerita, dulunya Ibukota Provinsi Riau terletak di Tanjung Pinang. Sekitar tahun 1960-an pindah ke Pekanbaru. Dalam rangka pembangunan Kota Pekanbaru, pada saat itu Gubernur Riau yang kedua Kaharuddin Nasution, mulai membangun infrastruktur, termasuk membangun Masjid ini.
Selain dari pekarangan yang luas disertai kolam besar, “kemiripan” Masjid Raya An-Nur dengan Taj Mahal terdapat pada kubahnya. Jika kubah Taj Mahal seperti potongan bawang terbalik, kubah Masjid An-Nur seperti potongan gasing terbalik.
Masjid ini pun, sudah banyak berubah jika dibandingkan dengan bagunan terdahulu. Tahun 2000, di masa Gubernur Riau Shaleh Djasit mulai dilakukan perombakan model bagunan secara total. Dari awalnya luas lahan hanya 4 hektar menjadi 12,6 hektar.
Ini lah mengapa ruang terbuka hijau juga dapat dibangun di kawasan An-Nur yang hingga kini bisa dirasakan publik. Kawasan yang sangat luas ini memang tidak hanya berupa masjid, namun juga terdapat taman-taman hijau yang membuat udara di sekitar masjid menjadi lebih segar dan tampak sangat asri.
Perombakan bangunan masjid juga dilakukan pada bentuk arsitekturnya. Masjid Raya An-Nur yang sekarang, perpaduan budaya Melayu, Turki dan Arab. Hal itu terkesan dari bentuk bangunannya, warna yang didominasi hijau dan bentuk kubahnya, gasing terbalik yang merupakan permainan tradisional masyarakat Melayu.
Masjid Raya An-Nur memiliki lima kubah dan empat menara. Semuanya punya makna. Empat bangunan menara sebagai gambaran empat sahabat dekat Rasulullah SAW (Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib).
Bangkitnya Wisata Religi di Riau
Wisata Religi merupakan salah satu fenomena yang saat ini mulai memasyarakat, hal ini dibuktikan dengan banyaknya aktivitas atau kegiatan wisata dilakukan di wilayah-wilayah peribadatan, salah satunya Masjid Raya An-Nur.
Dijadikannya Masjid Raya An-Nur sebagai objek wisata berguna untuk menarik wisatawan lokal maupun mancanegara untuk datang ke masjid dalam rangka memakmurkan Masjid. Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan oleh UIN Suska Riau tahun 2019, pengelolaan Masjid Raya A-Nur sebagai destinasi wisata religi sudah memenuhi unsur-unsur dasar.
Pertama, dalam bidang dakwah, Masjid ini memiliki jadwal-jadwal rutin dalam syiar islam dan didukung dengan fasilitas yang sangat memadai. Sebagai sarana dakwah, ada banyak da’i yang dikumpulkan sehingga potensial mendatangkan jumlah wisatawan yang banyak.
Kedua, dari sisi lingkungan. Lingkungan di sekitar Masjid telah dikelola sebagaimana mestinya. Hal itu dapat dilihat dari suguhan alam yang asri, nyaman, teduh dan tentram, sehingga menarik minat wisatawan untuk berkunjung dan menghabiskan waktu lebih lama di sekitar area Masjid.
Ketiga, seringnya digelar kegiatan-kegiatan islami, diantaranya tabligh akbar, Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ), Manasik Haji dan Umroh, termasuk acara-acara besar lainnya yang berkaitan dengan hari besar keagamaan Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra’ Mi’raj, ritual ibadah seperti salat id dan lain sebagainnya. Hal ini tentu akan sangat berdampak terhadap meningkatnya jumlah pengunjung yang datang ke Masjid Raya An-Nur.
Menurut data dari Dinas Pariwisata Provinsi Riau, secara umum ada tiga titik wisata religi khusus di Pekanbaru yang banyak diminati para wisatawan. Yakni Masjid Raya An-Nur, Masjid Senapelan, dan Masjid Al-Falah di Jalan Sumatera. Jika Masjid An-Nur memang sudah terkenal dengan kemegahan dan nilai filosofinya, bangunan bersejarah Masjid Senapelan juga banyak mencuri perhatian para pelancong dari berbagai daerah, bahkan wisatawan mancanegara.
“Sejak awal Masjid An-Nur dan Masjid Senapelan itu masuk dalam destinasi wisata religi di Riau, khususnya di Pekanbaru,” kata Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau Roni Rakhmat saat dihubungi Bertuahpos.com, Senin, 18 Juli 2022. “Kalau Masjid Al-Falah itu daya tariknya karena ada kegiatan ruqyah. Ketiga Masjid ini banyak didatangi wisatawan mancanegara terutama dari Malaysia, saat akhir pekan,” tambahnya.
Seiring dengan longgarnya kebijakan pemerintah terkait pandemi, wisata religi di Riau diharapkan semakin menunjukkan eksistensinya. Hal ini sebenarnya sudah terlihat jauh sebelum adanya Covid-19. Kini wisata religi bergairah kembali walau masih pertumbuhan jumlah wisatawan masih bergerak lambat. Namun, kata dia, Pemprov Riau optimis hal itu akan semakin pulih, seiring dengan membaiknya situasi dan kondisi Riau ke depan.
“Sekarang juga sudah dapat kita lihat bahwa wisata religi di Riau sudah aktif kembali, dengan aktivitasnya. Baik di tempat-tempat yang menyimpan sejarah peradaban Islam, kegiatan-kegiatan dakwah, hingga paket-paket wisata religi yang disediakan oleh para penjual jasa tour and travel,” harapnya.***