BERTUAHPOS.COM — Polemik Vaksin Nusantara seolah menjadi bumerang bagi Badan Pengawas Obat dan Makanan [BPOM] RI. Hal itu setelah Kepala BPOM Penny K Lukito yang tak izinkan uji klinis tahap II Vaksin Nusantara.
Menurut Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena apa yang dilakukan oleh Kepala BPOM tersebut telah membohongi publik dan peneliti dengan pernyataannya tersebut.
Dia kemudian mengacu pada hasil kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IX dengan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro, Terawan, dan sejumlah peneliti pada Rabu 10 Maret 2021.
Di mana hasil kesimpulan pertemuan itu BPOM diminta untuk segera mengeluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis tahap II vaksin Nusantara selambat-lambatnya pada 17 Maret 2021. Dengan fakta ini, Melki menilai bahwa Penny telah berdusta.
“Ketika Bu Penny sebagai Kepala Badan POM menjelaskan kepada publik kan mendramatisasi seolah-olah ini (vaksin Nusantara) berbahaya, dengan 71 persen dia gambarkan itu berisiko dan sebagainya. Kan itu sudah kita bahas di DPR RI dan tidak ada masalah,” ujar Melki dalam sebuah diskusi daring, Sabtu 17 April 2021, dikutip dari Republika.co.id.
Setelah pernyataan BPOM yang tak mengizinkan vaksin Nusantara untuk dilanjutkan ke tahap II uji klinis, Melki mengaku langsung berkomunikasi dengan para peneliti. Dia menyebut para peneliti nelangsa atau sedih.
“Mereka (peneliti) bilang gini, ‘kok bisa ya Kepala Badan POM itu menipu publik ya, data yang kami berikan A dibilang menjadi B’, gitu loh dan membuat publik menjadi khawatir dengan vaksin Nusantara, ini bisa masuk kategori pembohongan publik,” ujar Melki.
Menurutnya, DPR bukanlah pihak yang membuat kekisruhan perihal vaksin Nusantara. Apalagi saat ini, mulai timbul isu-isu miring terkait dukungan lembaga legislatif kepada vaksin berbasis sel dendritik itu yang membuat nama DPR tercoreng.
Sudah sewajarnya, kata Melki, vaksin Nusantara yang diteliti oleh anak dalam negeri didukung sepenuhnya. Apalagi jika nantinya berhasil, harga vaksin tersebut relatif dapat dibandingkan dengan vaksin-vaksin lain yang sudah beredar.
“Dan jangka panjang, kalau ini sekali suntik kan bagus banget nih. Bukan cuma Indonesia, dunia akan sangat terbantu biar pandemi ini selesai,” ujar Melki.
Sebelumnya, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai adanya politisasi vaksin Nusantara yang dilakukan oleh DPR. Hal tersebut terlihat dari getolnya anggota DPR, meski Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum mengeluarkan izin uji klinis tahap II.
“Kekacauan informasi terkait aksi penerimaan vaksin Nusantara oleh DPR bisa dianggap sebagai langkah politisasi vaksin oleh DPR. Politisasi ini tentu bukan tanpa tujuan jika dugaan ini benar,” ujar Lucius, Kamis,14 April 2021. (bpc2)