BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Ketua Sosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut mendorong revisi UU ITE juga harus menjerat perusahaan atau platform Sosial Media (Sosmed).
Dalam revisi UU ITE, menurutnya, pemerintah bisa sekaligus mengatur dua hal. “Pertama adalah memastikan relasi bisnis yang adil antara perusahaan media dan raksasa media sosial,” Wens seperti dikutip dari Suara.com, Selasa, 23 Februari 2021.
Kedua mengubah pendekatan sanksi pelanggaran dari yang menyasar pengguna dengan pidana menjadi regulasi yang mengejar tanggung jawab platform. Sanksi hukum untuk pendekatan kedua ini adalah perdata.
“Ibarat dalam transportasi, selama ini yang diatur malah penumpang dan bukan perusahaan armada busnya. Akhirnya setiap kali ada pelanggaran, yang pengguna atau warganet ditangkap polisi. Masalahnya, pelanggaran akan selalu ada,” bebernya.
Dia mengingatkan, dinamika politik dan sosial di Indonesia dengan rendahnya tingkat literasi dengan sendirinya akan selalu membuat ‘para pengumbar ujaran kebencian, hoaks, serta konten negatif lainnya di internet’ tetap ada.
Sementara itu, tindakan memenjarakan secara terus menerus tidak akan berujung, karena dalam faktanya selalu ada hoaks dan hatespeech.
Wens mengungkapkan, pemerintah berpeluang untuk mengganti pasal-pasal karet dengan revisi UU ITE, dengan pasal-pasal yang menimpakan tanggung jawab atas ‘sampah-sampah digital’ kepada perusahaan media sosial sebagai penyedia platform.
“Social media law. Platform harus menyediakan tools untuk bersihkan sampah. Dia harus bertanggung jawab,” tegas Wens.
Dia menegaskan, pemerintah perlu meniru Jerman dengan undang-undang NetzGD yang secara tegas mengatur soal konten negatif di platform media sosial dan akan memberikan sanksi berupa denda jika platform tidak menghapus konten negatif. (bpc2)