BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Hukum melarang warga untuk mengolah lahan sisa terbakar. Setidaknya begitu pengetahuan yang didapat oleh Kepala Desa Petodaan, Riau, saat dia ikut dalam Sekolah Lapang: Mitigasi Partisipatif Karhutla di Kabupaten Pelalawan awal pekan lalu.
Riau, salah satu provinsi dengan angka lahan terbakar cukup luas pada tahun 2019 lalu. Jumlahnya 90.550 Ha — merujuk data pada situs sipongi.menlhk.go.id.
Sekolah lapangan ini sebenarnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB yang berkolaborasi dengan Badan Restorasi Gambut (BRG).
Mereka menganggap mengedukasi masyarakat merupakan strategi penting dalam upaya pencegahan kasus Karhutla.
“Setidaknya, masyarakat diberi tahu kalau mengolah lahan gambut itu bukan dengan cara membakar,” kata Kepala Sub Direktorat Mitigasi Struktural BNPB Radito Pramono.
“Karhutla adalah bencana yang sering terjadi di Indonesia, tapi bencana karhutla dapat diantisipasi dengan cara melakukan langkah-langkah pencegahan sebelum munculnya api,” tuturnya.
Secara nasional BNPB mencatat 2020 jumlah luasan lahan yang terbakar 15.442 ha. Sedangkan upaya penanganan akan lebih dipermudah jika upaya pencegahan sudah berjalan maksimal.
“Kita harus fokus bagaimana kedeoan tidak terjadi lagi membuka lahan dengan cara dibakar. Masyarakat harus diajarkan untuk menanam tanaman yang memiliki nilai ekonomis tinggi,” tambah Radito.
Kegiatan yang sama, sebelumnya sudah dilaksanakan di lima lokasi, yaitu di Kubu Raya Kalimantan Barat, Balangangan di Kalimantan Selatan, Pulang Pisau di Kalimantan Tengah, Tanjung Jabung Timur di Jambi, serta Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Hasil Investigasi Jikalahari
Dalam pandangan Jikalahari — NGO Riau yang konsen terhadap lingkungan dan Karhutla — memiliki pandangan berbeda, upaya penegakan hukum dalam kasus Karhutla, khususnya di Provinsi Riau.
Menurut laporan investigasi yang mereka lakukan, setidaknya ada 12 korporasi yang dianggap terlibat dalam kasus Karhutla Riau pada 2019 lalu.
“Kami menemukan ada 10 korporasi diantaranya disegel disegel Gakkum KLHK,” kata Koordinator Jikalahari Made Ali dalam keterangan resminya yang diterima Bertuahpos.com.
Perusahaannya adalah, PT Adei Plantation dan Industry, PT RAPP, PT Gandaerah Hendana, PT Teso Indah, PT Gelora Sawit Nusantara, PT Sumatera Riang Lestari, PT Wahana Subur Sawit Indah, PT Tabung Haji Indo Plantation, PT Teguh Karsa Wana Lestari dan PT Arara Abadi.
Investigasi dilakukan tiga kali. Hasilnya, pertama, perusahaan kembali menanam sawit pasca kebakaran, hal itu dibuktikan dengan tim menemukan bibit sawit yang akan ditanam di lokasi kebakaran PT Teguh Karsa Wana Lestari.
Kedua, PT Teguh Karsa Wana Lestari memasang pagar kawat berduri di areal terbakar. Ketiga, di PT Gandaerah Hendana, lahan yang terbakar merupakan sawit tidak produktif.
Sawit produktif yang berbatasan dengan sawit tidak produktif tidak terbakar. Keempat, di sekitar lokasi terbakar, tim tidak menemukan tower pemantau api milik perusahaan.
Kelima, dari 12 perusahaan tujuh perusahaan yang terbakar merupakan lahan konflik dengan masyarakat yang berada dalam konsesi perusahaan.
Keenem, lahan yang terbakar berada di lahan gambut dengan kedalaman satu meter. Ketujuh, PT SRL blok IV Rupat dan Blok VI Bayas-Kerumutan tidak ditemukan plang segel KLHK maupun Polda Riau, tapi di lapangan benar terjadi kebakaran.
Memenuhi unsur pidana
Jikalahari menemukan 12 perusahaan yang terbakar berada di lahan gambut dan di dalam areal perusahaan yang modus kebakarannya bervariasi.
Mulai dari sengaja membuka lahan untuk menanam sawit atau mengolah lahan sisa terbakar, mengganti tanaman yang tidak produktif dan lokasi berkonflik dengan masyarakat.
“12 perusahaan ini memenuhi unsur yang terdapat pada Pasal 98 ayat 1 dan pasal 99 ayat 1 Undang-Undang 32 tahun 2009,” kata Made Ali.
Dari 10 perusahaan, baru empat perusahaan yang disidangkan yaitu PT Teso Indah, PT Adei Plantation dan Industry, PT Gelora Sawit Nusantara dan PT Wahana Subur Sawit Indah.
PT Teso Indah telah diputus di PN Rengat dengan denda Rp1 Miliar dan perbaikan ekologis Rp24 miliar dan Sutrisno, Asisten Kebun PT Teso Indah penjara 1 tahun 4 bulan dan denda Rp 1 Miliar.
Rekomendasi
“Kami merekomendasikan KementerianLHK mencabut IUPHHKHTI PT Arara Abadi, PT RAPP dan PT Sumatera Riang Lestari karena lahannya kembali terbakar pada 2019, sepanjang 10 tahun terakhir tiga perusahaan ini lahannnya terus terbakar,” sambungnya.
Rekomendasi lain, Amdal dan Izin Lingkungan 12 perusahaan yang terbakar juga dicabut karena sepanjang 10 tahun terakhir lahannya terus terbakar.
Rekomendasi lain juga ditujukan ke Kementerian ATR/BPN agar mencabut Izin HGU delapan perusahaan sawit yang terbakar sepanjang 2019.
Lalu bupati daerah bersangkutan juga mencabut IUP delapan perusahaan sawit yang terbakar sepanjang 2019. Gakkum KLHK juga harus segera menetapkan 12 perusahaan sebagai tersangka pembakaran hutan dan lahan berupa telah melakukan tindak pidana pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. (bpc2)