BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Tuanku Tambusai sangat sulit ditaklukkan Belanda dalam Perang Paderi. Bahkan hingga meninggal dunia, Belanda tak mampu menangkap Tuanku Tambusai.
Tuanku Tambusai lahir pada 5 November 1784 dengan nama Muhammad Saleh di Tambusai, Dalu-dalu, yang kini masuk wilayah Kabupaten Rokan Hulu, Riau. Ayahnya merupakan perantau asal Minangkabau bernama Maulana Kali.
Raja Tambusai kemudian mengangkat Maulana Kali sebagai imam, yang kemudian menikah dengan perempuan setempat yang bernama Munah dari suku Kandang Kopuh.
Pergerakan Tuanku Tambusai di perang Padri dimulai pada tahun 1823. Tahun 1824, dia memimpin memimpin pasukan gabungan di Dalu-dalu, Lubuk Sikaping, Padanglawas, Angkola, Mandailing, dan Natal.
Pergerakan Tuanku Tambusai sangat sulit dibaca Belanda. Bahkan, saat itu pasukan Tuanku Tambusai harus menghadapi dua musuh sekaligus, yaitu pasukan Raja Gedombang di Mandailing, dan pasukan Belanda.
Pada tahun 1837, Benteng Bukit Tajadi di Bonjol jatuh ke tangan Belanda. Oktober 1937, Tuanku Imam Bonjol yang merupakan pemimpin perang Padri menyerah ke Belanda.
Perlawanan diteruskan Tuanku Tambusai. Bahkan, pasukan Tuanku Tambusai sempat merebut Benteng Bonjol, walau tak bertahan lama.
Belanda yang sudah hampir menyerah menghadapi Tuanku Tambusai kemudian mengajukan tawaran damai. Tawaran ini disampaikan Letnan Kolonel Jacob Elout, Komandan Militer Belanda di Perang Padri.
Belanda kemudian memusatkan kekuatan untuk merebut Dalu-dalu. Tanggal 28 Desember 1938, Benteng Dalu-dalu akhirnya jatuh ke tangan Belanda. Tuanku Tambusai bisa meloloskan diri ke Negeri Sembilan, Semenanjung Malaya, dan meninggal pada 12 November 1882.
Karena kegigihan dan semangat pantang menyerah Tuanku Tambusai, dia dijuluki Belanda ‘De Padrische Tijger van Rokan’ (Harimau Padri dari Rokan). (bpc4)