BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Sofyan Ramli (73), warga Jalan Sidorejo, Kecamatan Limapuluh, Pekanbaru, mengajukan gugatan pra peradilan terhadap Kapolda Riau, ke Pengadilan Negeri Pekanbaru. Pasalnya, SP3 yang dikeluarkan terhadap dugaan pemalsuan yang dilaporkan warga dinilai tidak sah.
Dalam gugatan yang disampaikan pemohon Sofyan Ramli, melalui Kuasa Hukumnya, Erni Marita SH dan Maryan SH, di hadapan hakim tunggal Afrizal Hadi SH, disebutkan, termohon (Kapolda Riau), 11 November 2019 lalu telah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor SP.Sidik/174/XI/2019/Reskrimum per tanggal 11 November 2019 sebelum di keluarkannya SP2HP.
Penerbitan SP3 tersebut dinilai pemohon, cacat hukum, karena bertentangan isi dan konteks yang terdapat pada SP2HP ke- 3. Dimana di dalam SP2HP tersebut menyatakan akan menerbitkan SP3 tetapi SP3 sudah terbit terlebih dahulu tanggal 11 November 2019 atas nama terlapor Budhi Artha Bachtiar. Penerbitan SP3 itu, satu hari sebelum SP2HP ke-3 terbit.
“Bahwa pada kenyataan Pelapor tidak pernah menerima SP2HP ke -2, hanya SP2HP ke-1 dan ke-3 tetapi tidak ada SP2HP ke-2,” jelas Erni Marita
Budi dilaporkan pemohon ke Polda Riau, karena diduga menggunakan sertifikat tanah palsu atas nama pemohon. Dulunya lahan itu terletak di Desa Simpang Tiga RT. I/ RK. III, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, yang saat ini keberadaan masuk di wilayah Kota Pekanbaru yang terletak di wilayah RT. 003 RW. 001, Keluarahan Simpang Tiga, Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru,Provinsi Riau.
Diceritakan Erni, pemohon telah membeli secara sah atas objek Hak atas Tanah milik keluarga Almarhum Kartoredjo melalui ahli warisnya pada tanggal 15 Maret 1972 silam. Tanah tersebut dalam Penguasaan dan perawatan oleh Pemohon, sebagaimana legalitas Formil yang ada di Pemohon berdasarkan surat jual beli tertanggal 15 april 1972 dan kwitansi pembelian tertanggal 15 april 1972.
Namun pada tahun 2009 objek Tanah yang Pemohon beli tersebut dan dalam Penguasaan Pemohon baik secara Fisik maupun secara Legalitas yang ada pada Pemohon, tiba-tiba pada tanggal 31 oktober sampai dengan 12 Nopember 2009 timbul ada masalah/problem. Hal ini dengan adanya pihak yang mengatakan hak atas tanah tersebut dimiliki/Pemilik yang bernama Bachtiar Ali suami, dengan dasar Kepemilikan menggunakan legalitas Sertifikat Hak Milik sementara Nomor 2649 tanggal 16 september 1983 surat ukur No. 54/1983 Atas Nama Yeriaty Bachtiar yang dikeluarkan oleh Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Kampar, yang telah diregistrasi/ teregister oleh Badan Kantor Pertanahan Nasional Kota Pekanbaru menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) sementara No. 7924 surat ukur nomor 5855/2009 tanggal 6 November 2009 atas nama Yeriaty Bachtiar.
“Yang mana sertifikat tersebut terdapat/diduga Kecacatan Formil/Tekstual yaitu dugaan tanda tangan Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Kampar yang di duga adanya Tindak Pidana Pemalsuan Tanda Tangan, disamping itu juga ditemukan adanya dua buah sertifikat atas nama YERIATY BACHTIAR yang di terbitkan oleh Kantor Agraria Kabupaten Kampar diatas objek tanah tersebut,”bebernya.
Adanya Problem/kasus tersebut telah melakukan upaya hukum Perdata dengan cara menggugat pihak yang mengaku hak atas tanah tersebut ke Pengadilan Negeri Pekanbaru pada tahun 2009. Dari hasil Perkara Perdata tersebut Termohon melihat adanya keganjilan dan keanehan terhadap Permasalahan tersebut.
“Bahwa terlapor terindikasi menggunakan surat sertifikat tanah palsu atas nama Yeriaty Bachtiar (ibu Kandung Terlapor) atas sebidang tanah milik Pelapor yang terletak di jalan Kaharuddin Nasution, Simpang tiga Pekanbaru. Terlapor diduga menggunakan surat tersebut pada saat sidang gugatan Perdata no: 02/Pdt/G/2011 antara Sofyan Ramli Melawan Ahli Waris Yeriaty Bachtiar, di Pengadilan Negeri Pekanbaru sekira bulan April 2011 silam.
Selain menggunakan Sertifikat yang diduga Palsu Tersebut lanjutnya, terlapor juga menggunakan surat dasar Palsu sebagai Alat Bukti yang mana surat tersebut setelah di konfirmasi kepada ahli waris Satem , bahwa tanda tangan satem pada surat dasar tersebut tidak benar, karena satem tidak bisa tanda tangan hanya bisa cap jempol saja.
“Sertifikat tersebut terindikasi palsu karena Terlapor memiliki dua sertifikat bernomor 2649 tanggal 16 september 1983 surat ukur No. 54/1983 Atas Nama yeriaty bachtiar yang sama-sama di keluarkan oleh Kantor Agraria Kampar. Satu sertifikat tidak ada tanda tangan kepala Kantor Agraria Kampar, tidak teregister pada Kantor Agraria Kampar, yang saat ini di kuasai oleh Terlapor dan Satu Lagi Terdapat Tanda tangan Kepala Kantor Agraria Kampar yang di duga rekayasa; tidak teregister pada Kantor Agraria Kampar saat ini berada di Kantor BPN Kota Pekanbaru.
Atas hasil kesimpulan diatas maka Pemohon melakukan upaya Hukum dengan mengajukan upaya hukum secara Pidana dengan membuat laporan atau membuat LP dugaan Tindak Pidana Pemalsuan sebagaimana Pasal 263 jo 266 KUHP yang disangkakan terhadap Terlapor atas temuan tersebut diatas ke Polda Riau dengan Laporan Polisi (LP) yang dikeluarkan oleh Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Riau dalam Laporan Polisi No: LP/422/IX/2018/SPKT/Riau tertanggal 02 September 2018. Namun belakangan, Polda Riau justru menghentikan penyidikan kasus dugaan pemalsuan tersebut karena tidak cukup bukti.
“Kami menilai ada kekeliruan dan kesalahan yang muncul di dalam langkah-langkah penerbitan SP3 tersebut. Antara lain, Penuntut Umum tidak pernah mengetahui atau tidak pernah meneliti hasil gelar perkara dan membaca berkas usulan SP3 yang direkomendasikan Polda Riau,”bebernya.
Kemudian, berkas pemeriksaan perkara belum selesai dilakukan oleh Termohon, sehingga Termohon belum mengirimkan berkas perkara untuk dipelajari Penuntut Umum sebagaimana hubungan koordinasi antara Penyidik dan Penuntut Umum yang diatur di dalam Pasal 110 dan Pasal 138 KUHAP. Padahal diketahui di dalam SP2HP, Termohon mengatakan SPDP telah dikirim atau diberitahukan kepada Kejaksaan Tinggi Riau dan Kejaksaan Negeri Pekanbaru, Ketua Pengadilan Negeri.
Artinya kata Erni, ketika SPDP sudah diberitahukan oleh Termohon kepada Penuntut Umum, maka SP3 tersebut tidak boleh sewenang-wenang diterbitkan karena bisa berakibat tidak sahnya SP3 karena bertentangan dengan prosedur hukum dalam penerbitannya. Kemudian, peristiwa hukum mengenai tidak cukup bukti tersebut haruslah dituangkan di dalam SP3, supaya Pemohon dapat mengetahui dengan terang dan jelas mengenai kebenaran fakta hukum yang terjadi dalam perkembangan hasil penyidikan.*(bpc17)