BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU –Â Mencengangkan, Provinsi Riau menempati peringkat dua tertinggi dalam jumlah kasus kekerasan terhadap anak, hal ini berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).
Masalah ini kemudian menjadi sorotan. Apalagi anak-anak dianggap sebagai salah satu generasi penerus bangsa dan pemimpin di masa depan.
Terhadap kasus ini bertuahpos.com melakukan wawancara khusus dengan salah satu psikolog yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Riau (UIR), Yanwar Arief MPsi.
Secara umum dia berkesimpulan kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan bukti terjadinya degradasi moral atau kemunduran moral.
Bagaimana pandangan Yanwar terhadap kasus kekerasan seksual anak dan perempuan? Sejauh mana kekerasan seksual anak dan perempuan bisa cegah? Berikut petikan wawancara bertuahpos.comdengan Yanwar Arief:
BPC: Bagaimana tanggapan Anda Riau menjadi daerah nomor dua nasional kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan?
Yanwar: Meningkatnya kasus kekersan seksual anak dan perempuan di Riau dapat kita lihat dari sisi positif dan negatifnya. Positifnya, kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan terus meningkat. Hal ini seiring dengan pemahaman orang tua yang juga meningkat.
Kemudahan akses saat ini juga mempermudah orang atau korban untuk melapor, maupun mengadu. Artinya kekerasan seksual tidak dianggap tabuh lagi oleh masyarakat, dan tidak dirahasiakan lagi.
Selain itu, saat ini juga sudah ada jaminan keamanan dan hukum apabila kita melapor kekerasan seksual.
Sementara disisi lain atau negatifnya, meningkatnya jumlah kekerasan seksual pada anak berarti bisa jadi kasus di Riau memang meningkat. Artinya kondisi sosial masyarakat saat ini mengalami kemunduran atau degradasi. Jadi tingkat kejahatan seksual meningkat, faktanya memang meningkat, berarti terajadi kemunduran moral dan ini perlu diantisipasi
BPC: Dari banayk kasus kekerasan yang terjadi selam ini menurut Anda apa yang melatar belakanginya?
Yanwar: Â Kekerasan seksual pada anak ada penyebebany ada faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari pelakunya. Bisa jadi dia (pelaku, red) memang punya gangguan seksual, masalah seksual, sehingga dia tertarik pada anak-anak. Pelaku juga bisa jadi mengalami traumatik pada masa anak-anaknya, misalnya menjadi korban kekerasan seksual. Pengalaman traumatik masa lalu yang belum terselesaikan inilah yang membuat salah satu kemungkinan tertinggi hinga dia menjadi pelaku.
Sementara faktor eksternalnya dikarenakan media elektronik sekarang yang sangat luar biasa. Pornografi sudah sangat mudah diakses di media elektronik. Sementara pola asuh dan ketahanan (proteksi) keluarga saat ini sangat kurang, sehingga menjadi salah satu alasan yang melatar belakangi lahirnya kekerasan seksual terhadap anak.
BPC: Apa dampak psikologis anak yang selalu menjadi tindakan kekerasan?
Yanwar:  Dampaknya anak bisa menjadi tidak percaya lagi kepada orang dewasa bahkan cenderung takut. Anak yang terkena kejahatan seksual juga bisa jadi akan terkena trauma psikologi. Hal ini bisa kita lihat pada anak yang sifatnya berubah menjadi mudah marah, mudah stres, emosi tidak terkendali, jadi sulit diatur, atau bisa jadi tidak agresif yang mengakibatkan hubungan sosialnya dengan orang lain jadi tidak terjalin.
Selanjutnya dampak psikologis anak korban kekerasan seksual ialah hiposeksuality. Ini merupakan sindrom yang mengakibatkan ketertarikan terhadap seksualnya menjadi berkurang.
BPC: Mental anak yang menjadi korban kekerasan seksual dia akan tumbuh seperti apa?
Yanwar: Â Apabila tidak ditangani hingga tuntas, kemungkinan menjadi pelaku saat dewasanya bisa sangat tinggi. Mentalnya berubah jadi kasar, agresif, atau bisa jadi trauma dengan sering sedih dan menyendiri bahkan tidak mau lagi berinteraksi dengan orang lain.
BPC: Siapa yang bertanggung jawab terhadap tingginya angka kekerasan seksual terhadap anak?
Yanwar: Â Yang bertanggung jawab dari level terendah ialah keluarga. Keluarga harus bertanggung jawab terhadap kondisi sekarang, pengawasan terhadap gadget pola asuh harus diperbaiki
Selanjutnya pemerintah harus punya kebijakan atau regulasi yang besar untuk menekan pencegahan terhadap kekerasan seksual pada anak. Seperti melakukan penyuluhan dan pelatihan.Â
Saat ini pemerintah sudah ada programnya tapi belum digerakkan secara sistimatis.
BPC: Apa tawaran solusi dari Anda?
Yanwar:  Harus adanya sinergitas, baik antar orang tua, sekolah, pemerintah seperti lembaga pendidikan maupun LSM atau lembaga lainnya yang konsen terhadap masalah ini. Jadi ayolah harus duduk bersama. (bpc9)