BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Namanya Erizal. Dia perantau Minang di Papua. Pria berusia 40 tahun ini akhirnya bisa selamat dari insiden berdarah di Papua setelah dia pura-pura mati.
Pria asal Sungai Rampan, Koto Nan Tigo IV Koto Hilie, Batang Kapas, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, ini menuturkan keberuntungan tidak menyertai anak dan istrinya yang meninggal karena terbakar saat rusuh di Papua beberapa waktu lalu.Â
“Alhamdulillah saya berhasil selamat dari peristiwa waktu itu,” ujarnya saat memulai menceritakan kisahnya di kantor ACT Sumbar di Ulak Karang, Padang, Selasa lalu.Â
Ketika itu, Erizal sedang berada di sebuah kios tempatnya bekerja. Dia kemudian melihat kerumunan orang mendatangi beberapa kios di sana. Termasuk kios tempatnya bekerja. Jumlah mereka sekitar 30-an.Â
Ia beserta istri, anak dan beberapa orang lainnya mencoba menyelamatkan diri, namun terkepung di dalam rumah yang ada di belakang kios tersebut. Kerumunan tersebut mengetahui keberadaan mereka dan memaksa untuk membuka pintu.
“Salah seorang kemenakan saya yang bernama Yoga mencoba menahan pintu, namun mereka berhasil mendobraknya, sehingga kami dilempari, ditembaki dengan panah dan kami semua sudah pasrah mati,” katanya.
Lanjutnya, kemenakannya yang bernama Yoga tersebut beserta anak dan istrinya meninggal dunia karena ditikam dengan parang .
Sedangkan ia berhasil menyelamatkan diri karena berpura-pura mati di dalam rumah tersebut, namun ia tetap terkena luka bakar.
“Karena setelah kami ditikam, rumah itu dibakar namun saya cepat bangkit dan menyelamatkan diri tapi tetap saja kepala dan tangan saya terbakar,” sambungnya.
Ia mencoba meminta bantuan kepada teman-teman yang ada di Kodim, namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa dikarenakan mobil tidak bisa masuk ke sana.
“Dua jam setelah itu barulah bantuan datang, saya langsung dibawa ke rumah sakit diobati pihak medis karena mengalami luka bakar di beberapa badan saya,” ujarnya.
Erizal mempunyai dua orang anak, anak pertama bernama James Lugian Rizal (13) tengah sekolah di SMP Padang Panjang dan anak keduanya telah meninggal dunia beserta istri tercinta.
Ia mengatakan merantau ke Wamena sudah sekitar enam tahun lebih pergi berdagang mencari hidup, menafkahi keluarga dan mencari biaya untuk menyekolahkan anaknya.
“Selama enam tahun lebih di sana, hubungan saya dengan penduduk asli Papua baik-baik saja, kami tidak pernah ada konflik apapun. Bahkan saat terjadi kericuhan pada 23 September 2019 penduduk di sana ikut membantu menyelamatkan mereka dari kericuhan,” ungkapnya. (bpc3)Â