BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU– Jalaluddin Rumi dikenal sebagai sufi cinta. Karya-karyanya indah menggelorakan jiwa. Sajaknya dikenal dimana-mana, termasuk tradisi tarian sufinya yang amat melegenda itu. Inilah kisah tentang sufi yang banyak mengilhami pemikiran para ahli ibadah di abad-abad lampau, yang akan dituangkan secara bersambung.
Jalaluddin Muhammad ar Rumi dilahirkan 6 Rabi’ul-awal tahun 604 Hijriyyah di Balkha, salah satu wilayah Afghanistan. Ayahnya bernama Muhammad, yang bergelar Bahaudddin Walad. Seorang tokoh ulama dan guru besar di negeri ini, yang juga bergelar Sulthanul-Ulama.
Menurut catatan, nasab tokoh ini sampai pada Sayyidina Abu Bakr Ash-Shiddieq r.a. Semasa hidupnya, Bahauddin Walad dikenal hebat dan keras. Ia banyak melancarkan kritik terhadap ulama modern, terutama yang suka belajar dan mengajar ilmu akal. Alasannya, ilmu itu mengakibatkan kecenderungan berpaling dari al-Qur’an dan Hadist. Untuk itu, selain ada yang suka, banyak pula yang tidak suka.
Sebagai guru yang berkharisma besar, fatwa Bahauddin banyak didengar. Dimana-mana orang respek kepadanya. Namun, barangkali, justru itulah yang membuat beberapa ulama yang lain merasa iri. Mereka lalu mencoba melancarkan fitnah. Mengadukan Bahauddin Walad pada penguasa.
Sungguh pun demikian, simpati orang kepadanya tetap tidak berkurang. Pendapat dan fatwanya tetap dijadikan pedoman. Itu sebabnya penguasa waktu itu memberi isyarat, agar ia meninggalkan negeri itu sebelum bahaya yang lebih besar datang.
Akhirnya, Bahauddin bersama seluruh keluarga terpaksa hijrah. Dalam pengembaraan itu ia sempat singgah di berbagai kota. Dan ternyata ia mendapat sambutan hangat. Dimana-mana orang memberi hormat dan mengelu-elukan kedatangannya.
Alauddin Kaiqibad, seorang penguasa Rum yang sangat hormat kepadanya, mengajak Bahauddin tinggal. Ia pun memutuskan menetap di Kauniyah. Peristiwa itu terjadi tahun 626 Hijriyah. Di kota ini Syaikh Bahauddin hanya menetap dua tahun. Pada tahun 638 ia meningal dunia. Yang menggantikan posisinya, siapa lagi kalau bukan putranya yang pintar itu, Jalaluddin ar-Rumi.
Seorang penguasa bernama Badruddin Kahartasy kemudian membangunkan sekolah untuk Jalaluddin. Nama sekolahnya, Sekolah Khadawandakar. Sebagai direktur, Jalaluddin meneruskan jejak ayahnya dalam pengajaran dan pendidikan. Kendati jabatan yang cukup tinggi itu tidak menghalanginya untuk tetap belajar. Untuk memperluas cakrawala pengetahuan dan memperdalam ilmu. (jss/bersambung)