BERTUAHPOS.COM – Kalangan pengusaha mendukung wacana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) agar dana subsidi dapat dialokasikan untuk kepentingan pembangunan yang lebih bermanfaat.
Ketua Umum Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia atau Indonesia National Shipowners Association (INSA), Carmelita Hartoto, Kamis 4 September 2014, menyatakan usulan kepada pemerintah agar menaikkan harga BBM sudah diajukan sejak lama.
“Kami di INSA sejak 2010 melalui Raker sudah memutuskan untuk mengusulkan penghapusan BBM bersubsidi kapal anggota INSA. Kecuali kapal ASDP yang tarifnya diatur negara, pelra, dan kapal perintis,” ujar Carmelita kepada VIVAnews.
Dengan kata lain, INSA setuju terhadap rencana pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, bahkan menghilangkan subsidi bahan bakar. Tetapi, dana penghematan dari penghapusan BBM bersubsidi agar dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk pembangunan infrastruktur dan program pembangunan lain.
“Ini agar ekonomi nasional tetap bisa bergerak,” kata Mey -sapaan Carmelita-.
Dana dari penghematan atas penghapusan subsidi BBM itu diharapkan bisa dialihkan untuk pembenahan infrastruktur transportasi. Menurut Mey, kebutuhan pembenahan infrastruktur transportasi sudah sangat mendesak, Terutama infrastruktur transportasi laut. Indikatornya sudah jelas, kondisi pelabuhan masih memprihatinkan, sementara tarif di pelabuhan makin melambung tinggi.
“Kalau sekarang diusulkan harga BBM naik, kami harapkan infrastruktur transportasi laut benar-benar dibenahi. kebanyakan pelabuhan-pelabuhan kita masih hasil bangunan zaman dulu,” kata Mey.
Ia menambahkan, pemerintah juga perlu mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM Bersubsidi terhadap inflasi. Lonjakan inflasi tentu akan memukul masyarakat kalangan kurang mampu.
“Harus disiapkan payung antisipasinya dengam baik. Saya kira, jika dikembalikan dengan benar, misalnya lewat program-program yang produktif, program kesehatan, pangan bagi masyarakat, kenaikan harga itu akan bisa dipahami,” kata Mey.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Suryo Bambang Sulisto, Rabu 3 September 2014, menyatakan bahwa pengusaha meminta pemerintah mengurangi subsidi BBM.
“Kami mendesak pemerintah sekarang untuk mengambil solusi atas problem perekonomian kita,” ujar Suryo di Jakarta.
Menurut Suryo, kesalahpahaman tentang subsidi bahan bakar ini sebaiknya segera diluruskan. Masyarakat perlu memahami bahwa kondisi saat ini sudah tidak relevan lagi bagi pemerintah untuk mempertahankan subsidi bahan bakar.
Sebab, jika subsidi BBM terus dipertahankan maka konsekuensinya akan membuat beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semakin besar.
Selain itu, subsidi pun sudah dinilai tidak tepat sasaran. “Karena, yang lebih banyak menikmati (subsidi BBM) adalah pihak yang mampu,” kata Suryo.
Ia menambahkan, Subsidi BBM telah membuat kesenjangan harga. Perbedaan harga BBM bersubsidi dengan BBM non subsidi dimanfaatkan sebagai celah bagi oknum tertentu untuk melakukan penyimpangan dan penyelundupan.
“Banyak juga yang mengatakan, nelayan daripada menangkap ikan, lebih baik menjual solar bersubsidi,” kata Suryo.
Naikkan Harga BBM Tekan Defisit APBN
Menteri Keuangan, M. Chatib Basri, Kamis 28 Agustus 2014, menyatakan bahwa jika harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinaikkan sebesar Rp2.000 per liter, defisit anggaran tahun depan bisa ditekan menjadi 1,30 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Angka ini lebih rendah dari yang diajukan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015 sebesar 2,3 persen.
Menurut Chatib, jika harga BBM bersubsidi dinaikkan sebesar Rp2.000 per liter, penghematan yang dihasilkan sebesar Rp96 triliun.
Kementerian Keuangan sebagai otoritas fiskal akan sangat mendukung kebijakan diterapkan. Sebab, akan ada ruang fiskal untuk pengembangan infrastruktur di masa depan.
“Saya paling senang, kalau subsidi BBM dipotong. Ketika hari pertama saya menjadi menteri, saya langsung ke DPR untuk menaikkan harga BBM bersubsidi 44 persen,” ujar Chatib, saat memberitkan sambutan pada acara Indonesia Banking Expo (IBEX) 2014 di Jakarta.
Meski demikian, ia melanjutkan, ini sulit untuk diterapkan dalam pemerintahan saat ini. Sebab, implikasinya pasti akan berdampak pada pemerintahan baru nanti. Namun, hal itu masih dimungkinkan.
“Kalau sekarang, kami tidak bisa menaikkan. Karena harus konsultasi dulu dengan pemerintahan baru bagaimana besarannya, cocok apa tidak. Makanya, harus dibahas kembali. Tetapi, ruang untuk melakukan hal itu sangat terbuka dalam pembahasan RAPBN 2015,” kata Chatib.
Ia berharap hasil pembicaraan mengenai rencana kenaikan harga BBM antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Joko Widodo selaku presiden terpilih untuk periode lima tahun mendatang, yang dilakukan dalam pertemuan di Bali, Rabu 27 Agustus 2014, dapat menjadi arahan yang jelas untuk membuat kebijakan anggaran pemerintah.
“Saya belum tahu hasil pertemuan Presiden SBY dan Jokowi, empat mata semalam. Cuma dari pembicaraan yang dilakukan dua jam itu, RAPBN 2015 menjadi pembahasan,” kata Chatib(Viva)