BERTUAHPOS.COM — Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan didesak agar segera bayarkan utang selisih harga minyak goreng kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
Desakan datang dari Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam dalam rapat kerja bersama Mendag Zulhas di kompleks parlemen, Senin, 4 September 2023.
Dia menyebut penting Mendag untuk menyegerakan penyelesaian utang kepada Aprindo karena telah berjasa menstabilkan pasokan dan harga minyak goreng saat kelangkaan awal 2022 lalu.
Para pengusaha ritel yang bernaung dalam Aprindo menjalankan Permendag No.3/2022. Mereka menjual minyak goreng kemasan satu harga Rp14.000 per liter pada pertengahan Januari 2022. Padahal, saat itu modal pembelian minyak goreng sudah lebih dari Rp17.000 per liter.
Sedangkan selisih harga tersebut, akan dibayarkan oleh pemerintah dengan menggunakan anggaran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Hanya saja, hingga kini selisih harga tersebut belum dibayarkan sepeserpun oleh pemerintah.
“Bayangkan di tengah harga minyak goreng dulu tinggi, bahkan nggak ada di pasaran, itu pahlawannya Aprindo,” ujarnya seperti dilansir dari Bisnis.com.
Dari masalah ini, kata dia, Kemendag harus menunjukkan integritasnya dalam hal menjalankan kewajiban berdasarkan aturan dan ketentuan berlaku.
Walaupun Permendag No.3/2022 telah dicabut dan digantikan oleh Permendag No.6/2022 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng.
Menurut data yang dipaparkan, sebanyak 31 perusahaan ritel anggota Aprindo telah mengajukan klaim ke Kemendag dengan total nilai Rp344 miliar.
Sikap ketidakpercayaan para pengusaha ritel berpotensi terjadi jika pemerintah tak segera membayarkan utang selisih harga minyak goreng tersebut.
“Jangan sampai ini tidak dibayar, kemudian berikutnya tiba-tiba harga CPO [crude palm oil] naik, kemudian minyak goreng naik, mereka tidak mau lagi terlibat dalam urusan kebijakan dengan pemerintah,” tuturnya.
Di sisi lain, Mufti memandang klaim rafaksi minyak goreng Aprindo sebesar Rp344 miliar bisa dengan mudah dibayarkan oleh BPDPKS yang memiliki dana dari pungutan ekspor kelapa sawit.
“Biar duit BPDPKS tidak hanya untuk mensubsidi Biosolar yang menurut kami tidak ada korelasinya dengan persoalan rakyat,” kata Mufti.***