BERTUAHPOS.COM — Warren Jeffs adalah seorang pria yang memiliki 78 istri. Dia juga sebagai ketua dari sebuah sekte sesat Fundamentalis Church of Jesus Christ and the Latter-Day Saints (FLDS) di Florida, AS.
Wanita bernama Sarah Thompson adalah anak dari Warren Jeffs yang hidup dan dibesarkan di tengah lingkungan poligami. Sarah kini berusia 20 tahun, namun dia masih bisa mengenang dengan jelas bagaimana masa kecilnya, terkungkung di dalam kawasan yang hanya diisi oleh keluarganya.
Sarah yang pada awalnya meyakini bahwa ayahnya seorang nabi itu harus bangun subuh untuk memberi makan ternak. Sepulang sekolah, dia pun dipaksa untuk melakukan tugas rumah tangga. Sarah kebagian untuk tugas mencuci piring sebanyak 132 orang yang prosesnya memakan waktu berjam-jam.
Pada malam hari, ada kelas propaganda menyesatkan yang diatur oleh Warren. Warren akan mengadakan kelas untuk orang ‘dewasa’, namun siapa pun yang berusia di atas 12 sudah ikut kelas tersebut. Sarah sendiri bertahan mengikuti ajaran sesat ayahnya tersebut sampai 2012.
Setahun sebelumnya, Warren telah masuk penjara atas tuduhan menjalankan sekte sesat dan pemerkosaan anak. Namun meski berada di penjara, sekte tersebut masih terus berjalan. Diakui Sarah, Warren bahkan lebih ketat menjalankan kelompoknya tersebut lewat panggilan telepon.
“Dia menjadi lebih ketat karena dia merasa kehilangan kekuatan. Aku hanya terjebak di tengah-tengahnya,” ungkap Sarah, seperti dikutip dari Mirror.
Wanita-wanita yang dinikahi Warren adalah mereka yang di bawah umur. Warren bahkan pernah menikahi gadis berusia 12 tahun. Ibu Sarah sendiri dinikahi Warren ketika berusia 19. Sarah sendiri sudah dipersiapkan menikah pada usia 12. Namun pada usia 15, ibu Sarah akhirnya memberitahukan bahwa ayahnya bukanlah seorang nabi dan semua khotbahnya adalah kebohongan besar.
“Sepanjang hidupku aku diberitahu hal-hal yang tidak benar, dan ayah adalah seorang penjahat,” ucap Sarah.
Dibesarkan di lingkungan sekte yang ketat, Sarah mengaku bahwa ada ketimpangan dalam hidupnya setelah dia menjalani hidup normal. Sarah bahkan tidak mengetahui ada sebuah permen. “Aku senang tapi aku takut. Aku tidak berada di sekitar orang selama ini, aku sangat pemalu. Aku tidak bisa bicara normal. Aku tidak tahu apa itu permen,” ungkapnya.
Sarah mengatakan bahwa besar di lingkungan beracun tersebut membuat Sarah kini mempertanyakan banyak hal. Ada penyesalan mengapa dia dilahirkan dengan kondisi keluarga seperti itu.***