BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Sebelum Perang Dunia II hadir, Kolonial Belanda yang ketika itu menjajah tanah air pada awal tahun 1920-an, sudah disusun rencana pembangunan rel kereta api yang menghubungkan pantai timur dan pantai barat Sumatera. Jika rancangan ini berhasil, maka akan menghubungkan seluruh pulau Sumatera.Â
Transportasi itu akan dipergunakan untuk mengangkut hasil hasil tambang batu bara dari Sawah Lunto Sumatra Barat. Dalam master plan yang sudah disusun oleh Pemerintah Belanda, hasil sumber daya alam itu tidak diangkut melalui Samudra Hindia.
Belanda tahu, akan ada peperangan akan dihadapi jika tetap mengangkut melalui jalur ini. Dalam dokumen Staatsspoorwegen nomor 19 tahun 1927, Pemerintah pusat di Belanda belum tertarik untuk menindaklanjuti rencana ini.
Tahun 1920, Nederlands Indische Staatsspoorwegen (NIS), perusahaan Negara Kereta Api Hindia Belanda melanjutkan kembali penjajakan rencana yang sudah disusun itu. Nivel ditunjuk untuk melakukan kajian lebih jauh kemungkinan dibangunnya jalur kereta api ke pantai timur Sumatera. Dalam laporannya dituliskan hasil penelitian dan pedoman teknis pembangunan jalur ini.
Hasil kajian tersebut ternyata belum membuahkan hasil yang maksimal. Rencana pembangunan jalur kereta api Muaro ke Pekanbaru ditunda lagi. Pertimbangannya bahwa eksploitasi jalur KA ke arah Pekanbaru sebagian besar hanya mengandalkan Batubara.
Dalam perhitungannya, biaya pembangunan tidak sebanding dengan keuntungan dari eksploitasi. Medan yang ditempuh cukup berat. Banyak terowongan, hutan, sungai, dan butuh banyak jembatan, termasuk serangan nyamuk malaria yang dapat membuat biaya pembangunan membengkak. Karena belum dianggap layak, rencana itu akhirnya tersimpan saja di arsip NIS.
Baca:Â Si Hitam yang Berdiri Sendiri
Tahun 1942, Pemerintah Jepang berhasil merebut kekuasaan. Rencana pembangunan rel kereta api tidak bisa dirahasiakan. Tentu saja plan ini menjadi solusi dari masalah yang dihadapi Jepang ketika itu. Pembangunan jalan rel yang menghubungkan Sumatera Barat dan pantai timur Sumatera akan membuat jalur transportasi yang menghindari Padang dan Samudera Hindia yang dijaga ketat kapal perang Sekutu.Â
Hadirnya transportasi kereta api itu akan memperluas jaringan Staatsspoorwegen de Sumatra’s Weskust (SSS) sepanjang 215 km ke pelabuhan Pekanbaru. Dari sana melalui Sungai Siak akan mudah mencapai Selat Melaka. Dalam pengerjaan jalur kereta api Pekanbaru-Muaro ini menggunakan ribuan para pekerja atau yang dikenal dengan istilah romusha. Jepang ternyata tidak hanya menggunakan tenaga asal rakyat Indoensia, melainkan para tawanan yang berasal dari negara lain. seperti Belanda, Inggris, Australia, Amerika dan Selandia Baru. Jalur ini dikerjakan antara bulan September 1943 sampai dengan Agustus 1945.
Menurut laporan Palang Merah Internasional, sekitar 80.000 dari 102.300 orang romusha yang didatangkan dari Jawa meninggal dan sekitar 700 orang tawanan perang Eropa juga tewas. Diperkirakan sekitar 10.000 romusha  dikuburkan sepanjang jalan rel di tengah belantara Sumatera, meski tidak akan ada yang tahu jumlah pastinya.Â
Onggokan besi tua lokomotif itu, kini bisa di saksikan langsung di Jalan Kaharuddin Nasution, Kecamatan marpoyan Damai, Pekanbaru. Memang tidak banyak yang tahu ternyata onggokan besi tua itu ternyata banyak menyimpan cerita peradaban di tanah Melayu Riau. Menjadi saksi bisu atas kepiluan rakyat Indonesia di zaman romusha.
(bbs/Melba)