BERTUAHPOS.COMÂ (BPC), PEKANBARU – Begitu banyak yang mengecam pelaku percobaan pembakaran Istana Siak pada Senin sore kemarin. Semua Pihak berbicara dan mengutuk, termasuk pemerintah. Tapi semua itu sirna, ketika dibalikkan pada kasus pemugaran cagar budaya yang terjadi Mesjid Nur Alam atau yang dikenal Mesjid Raya Pekanbaru.
Â
“Memang belum seberapa,” kata Tarmin, warga yang tinggal di sekitar mesjid Nur Alam itu, saat memberikan tanggapannya kepada bertuahpos.com, Selasa (9/1/2018). “Kalau ancaman kepada pelaku penjara belasan tahun, kepada pemerintah yang telah menghilangkan cagar budaya di mesjid ini hukumannya apa?” sambungnya.
Â
Dikatakan Tarmin, ada benarnya. Kasus penghilangan cagar budaya di Mesjid Nur Alam itu pernah pencuat ke publik, tapi pemerintah seolah tutup telinga rapat-rapat.
Â
Pemprov Riau melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2016 sudah mengeluarkan sepucuk surat. Surat itu ditujukan kepada saudara Dendi Gustiawan dan Januar Uzir. Mereka itu pemerhati cagar budaya di Riau.
Â
Surat dengan nomor 800/DPK/6.0/SECBMSN/2016 ini dibuat pada tanggal 18 Februari 2016 yang menyatakan bahwa Masjid Nur Alam Pekanbaru, tidak lagi sebagai cagar budaya yang dimiliki Riau, dan ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Riau, Kamsol.
Â
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata pada tahun 2014 mengeluarkan SK dengan nomor KM.13/PW.007/MKP/2014 memuat bahwa Masjid Nur Alam Pekanbaru itu mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Atas dasar itulah menjadi alasan kuat bahwa masjid ini, ditetapkan sebagai benda cagar budaya, yang dilindungi oleh Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1992.
Â
Kini masjid itu jauh dari bentuk aslinya, setelah dilakukan pemugaran habis-habisan oleh Pemprov Riau. Revitasisasi itu seharusnya tidak menghilangkan bentuk aslinya.
Â
Pengrusakan yang dilakukan terhadap situs Cagar Budaya Masjid Nur Alam Pekanbaru, sangat disayangkan oleh masyarakat melayu. Salah satunya Anas Aismana seorang budayawan melayu yang mengutuk keras penghancuran masjid yang dulunya bernama Masjid Raya tersebut.
Â
“Badannya saja yang lahir disini, hatinya tidak orang melayu Pekanbaru. Buktinya? Perusak cagar budaya orang-orang yang mengaku anak Pekanbaru. Kalau mereka punya hati dan jiwa melayu Pekanbaru, dia akan tergugah dan tidak akan mau menghancurkannya,” tegas Anas Aismana.
Â
“Yang menjadi persoalan kenapa harus dihancurkan? Menurut Undang-Undang Cagar Budaya, barang siapa dengan sengaja merubah atau merusak benda Cagar Budaya, akan dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp10 miliar,” terangnya.
Â
Jika dikembalikan kepada kasus percobaan pembakaran Istana Siak, kemana seharusnya hukum berpihak?. (bpc3)