BERTUAHPOH.COM, PEKANBARUÂ – Mendengar tambal ban yang terbayang tentu profesi yang belepotan oli, kotor, dan menguras tenaga. Gambarang pekerja bengkel pun adalah pria dengan lengan kekar dan kuat karena harus bongkar pasang bagian kendaraan.
Â
Tapi Asni jauh dari bayangan seperti itu. Wanita berusia 42 tahun ini mau melakukan pekerjaan seorang tukang tambal ban. Ia beralasan, harus mau melakukan pekerjaan itu untuk mempertahankan agar dapur tetap ngepul. Selain itu juga untuk membiayai keempat anaknya.
Â
“Suami aku jualan di pasar. Tapi penghasilannya tidak seberapa,” jelasnya.
Â
Kepada bertuahpos, Sabtu (01/02/2014), Asni berkisah, pernah bekerja di suatu perusahaan. Namun harus keluar dan mengurus keluarganya.Â
Â
Seiring harga kebutuhan pokok yang kian mahal di kota bertuah, Asni memutuskan membantu suami dengan membuka usaha tempel ban di sekitar Jalan Pepaya Ujung, Sukajadi. Di situlah, selama delapan tahun Asni mengais rejeki.
Â
Dengan penghasilan sekitar Rp 500ribu, Asni merasa biaya itu sudah cukup mengurangi beban suami. “Kadang tidak tentu. Sehari 10ribu, 20ribu, dan kadang ngak ada sama sekali,” katanya.
Â
Ia sadar pekerjaan yang ia lakoni bukan usaha yang lazim bagi seorang perempuan. Namun ia tidak malu, karena pekerjaannya tetap halal. “Banyak juga yang ngak nyangka, kalau saya bisa bengkel,” ujarnya.
Â
Asni tetap manusia biasa. Tak jarang ia mengalami sakit. “Tapi kalau masih sanggup aku bawa kerja. Tak enak kadang kalau di bawa tidur,” sebutnya.
Â
Asni tak tahu sampai kapan ia akan melakoni profesi tambal ban ini. Baginya selagi badan masih sanggup bekerja, maka ia akan terus tetap sebagai Asni si penambal ban. (riki)