BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Fenomena kabut asap yang melanda Riau beberapa tahun belakangan menyisakan potret buram 18 tahun pejalan Riau sebagai daerah yang terkenal dengan minyaknya, dan lebat dengan hutannya. Namun realitasnya terbalik. “Kalau sudah asap, Riau seperti neraka,” ujar Wakil Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Made Ali dalam sebuah pertemuan yang berlangsung pada Selasa (19/07/2016).
Tahun 2015, menjadi tahun dengan bencana asap teparah di Riau. Musibah ini juga merundung sepertiga wilayah Indonesia. Hutan dan lahan terbakar dimana-mana. Musim panas tahun lalu sungguh mengerikan. Bahwa hampir semua sektor baik perekonomian, pendidikan, juga merasakan dampaknya.
Suara protes terhadap kinerja pemerinta yang tidak becus menggaung dimana-mana. Bahkan ribuan mahasiswa turun ke jalan untuk menyuarakan keadilan. Gejolak sosial mencuat, masyarakat menuntut pemerintah, agar negeri Lancang Kuning bebas asap.
Di tengah riak gejolak itu, 5 warga Riau akhinya mengembuskan nafas terakhir karena tak kuat menahan penyakitnya yang kian parah. Karena setiap hati mereka terpapar asap. Baru-baru ini juga sempat dilakukan gugatan masyarakat dalam bentuk citizen law suit. Dan masuk ke meja persidangan.
Saat itu aparat kepolisian menetapkan 18 perusahan yang diduga terlibat menyumbang asap karena area konsesinya terbakar. Namun ada 11 perusahaan yang ternyata dihentikan proses penyelidikannya. 11 perusahaan yang dihentikan perkaranya oleh Polda Riau, yakni PT Siak Raya Timber, PT Prawang Sukses Perkasa Industri, PT Hurani Soal Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan, dan KUD Bisa Ina Jaya Langgam, dan perusahaan sawit PT Pan United, PT Riau Jaya Utama, PT Alam Lestari, PT Parawira dan PT Langgam Intri Hibrido.
Hasil investigasi Jikalahari menemukan, sepanjang tahun 2016 ada 11 Korporasi dihentikan perkayanya. 2 perusahaan masuk dalam proses sidik dan 2 perusahaan di SP21. Pada September 2015, saat polusi asap Karhutla, para pembakar hutan dan lahan salah dari areal perusahaan menimpa 4 juta warga Riau, Polda Riau bergerak cepat dan meringkus 18 perusahaan. Diantaranya ada 11 perusahaan HTI dan 7 perusahan sawit.
Dalam perkembangannya, baru PT Langgam Inti Hibrido dan PT Palm Lestari Makmur yang naik ke pengadilan. “Itupun jadi terdakwa dan tersangka perorangan. Bukan perusahaannya,” kata Woro. Dengan dilakukannya penghentian proses penyidikan terhadap 11 perusahaan itu sama saja dengan Kapolda Riau telah melanggar Inpres nomor 07 tahun 2015, tentang aksi brutal pencegahan dan pemberantasan korupsi tahun 2015.
“Desakan kepada pemerintah untuk lanjutkan pememeriksaan itu harus dilakukan. Ini hanya bentuk yang ingin kami lakukan untuk memberi rasa keadilan tehadap 5 korban yang meninggal dunia karena asap di Riau tahun lalu,” ujar Made Ali.
Dihentikannya proses penyidikan terhadap 11 perusahaan tersebut merubakan bentuk kekalahan aparat dan pemerintah melawan perusahaan. Maka dalam situasi seperti ini juga akan lebih mudah terjadi dalam kasus, kasus lain. Sebelumnya, kata Made tim Pansus Lahan yang dibentuk DPRD Provinsi Riau juga menemukan ada banyak pelanggaran yang dilakukan perusahan, baik sawit ataupun HTI di Riau.
“Satgas yang dibentuk pemerintah memang sudah bekerja memadamkan api. Namun persoalan asap di Riau tidak sebatas memadamkan api saja. Masalah kepemilihan dan pengelolaan tanah menjadi pokok persoalan penting yang harus di tuntaskan,” tambahnya.
Penulis: Melba