BERUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Masyarakat Riau yang menggantungkan hidupnya dengan bertani sawit tidak bisa terus-terusan diandalkan untuk menopang perekonomian keluarga. Berdagang atau beralih pada komuditi lain, menjadi salah satu alternatif bagi petani sawit di Riau untuk terus bisa bertahan. Sebab harga sawit yang kini berada di atas harga Rp1.000, sewaktu-waktu bisa saja berubah.
“Makanya sawit itu tidak bisa terus-terusan diandalkan untuk menopang ekonomi keluarga petani. Mengingat harganya kapan saja bisa anjlok,” ujar Kepala Bank Indonesia Kantor Perwakilan Riau, Ismet Inono kepada bertuahpos.com, Senin (06/06/2016).
Dia menambahkan untuk sementara ini memang harga sawit di atas Rp1.000. Dengan kata lain harga itu sudah jauh dari kata cukup bagi petani sawit, ketimbang anjlok pada tahun lalu. Menurut dia, pada saat harga komuditi itu anjlok tahun 2015 lalu, masyarakat tidak punya kemampuan untuk melakukan replanting atau peremajaan.
Sehingga, perusahaan penampung mengalami kekurangan bahan baku. Sebab itulah harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit kembali bangkait, bahkan pernya menyentuh di harga Rp2.000 untuk tahun ini.
Namun demikian, para petani sawit tidak bisa terus-terusan berharap dengan hal seperti itu. Sebab kapan saja harga komuditi ini akan anjlok kembali. Alternatif lain yang harus dilakukan petani, yakni menipang ekonomi keuarga dengan cara mencari peluang usaha lain. Misalnya dengan berdagang, atau menambah komuditi lain, seperti tanam padi.
“Sawit itu pada dasarnya, harganya sudah membaik. Di TBS sendiri sudah relatif di atas harga 1.000 rupiah. Kemarean-kemaren di bawah harga itu. Dan kondisi seperti ini sama sekali tidak ekonomis,” tambahnya.
Dengan kondisi harga seperti ini, memang sesaat ada gairah masyarakat untuk melakukan pengelolaan kembali kebun sawit mereka. Namun demikian tetap saja tidak bisa menjadi andalan. Sebab jika suplai bahan baku perusahaan terkait komuditi itu sudah melimpah, mungkin bisa jadi harga sawit anjlok lagi. Kemungkinan besar baru kelihatan ditahun 2017.
“Sawit ini sebetulnya sekrang bagus. Cuma masalahnya karena produktifitas produksi terbatas, sekarang petani memang harus meningkatkan optimalisasi kebun mereka, sambil melakukan produksi terhadap komuditi lainnya,” tambahnya.
Ismet berharap dengan kondisi ekonomi Riau yang relatif masih bergerak, harusnya industri kreatif juga ikut bergarak untuk menupang ekonomi keluarga. Hal ini dilakukan agar ketergantungan petani terhadap komuditi sawit tidak dominan lagi.
Penulis: Melba