BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Provinsi Riau punya perkebunan kelapa terluas di Indonesia, namun luasan kebun kelapa ini terlihat kontras dengan kondisi ekonomi petani kelapa yang selalu terjepit. Luasan kebun kelapa itu terdapat di Kabupaten Inhil, Riau.
“Kebun kelapa kita di Inhil itu terluas se-Indonesia. Tapi kok ekonomi kepala dan ekonomi petani kelapa di Inhil itu kontras. Artinya ekonomi perkelapaan itu sama sekali tidak berdampak, inikan aneh. Padahal turunan dari kelapa itu sangat banyak kalau digarap,” ujar Kepala Devisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi BI Perwakilan Riau, Irwan Mulawarman.
Dia menyebut, bahwa keluhan petani kelapa di sana (Inhil) justru sangat memberatkan kehidupan mereka, jangankan untuk menyekolahkan anak, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sulit. Hal ini disinyalir karena masih lemahnya dorongan pemerintah setempat dan provinsi untuk memanfaatkan potensi tersebut untuk meningkatkan perekonomian daerah.
“Padahal dari kelapa itu banyak alternatif yang bisa dibuat. Ekonomi kelapa kita dipegang oleh Jawa Barat, yang mereka di sana, bahan baku dari kelapa ini dibuat menjadi minyak goreng,” ujarnya. “Saya juga belum pernah lihat ada perusahaan pemerintah yang betul-betul menggarap minyak sawit. Pertanyaannya apakah kita enggak bisa bikin di sini?” kataya.
Sebelumnya, Petani kelapa di Inhil hingga kini masih mengeluhkan rendahnya harga kelapa di daerah itu. Apalagi saat harga kelapa jatuh di bawah harga Rp1.000 per butir. Jangankan untuk membiayai sekolah anak, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sulit.
Hal inilah yang dialami Darmawan (42), seorang petani kelapa di Kecamatan Gaung, Kabupaten Inhil, Riau, kepada bertuahpos.com, Rabu, 1 Mei 2019. “Sampai kapan harga kelapa ini mencekik kami. Sudah lelah rasanya berharap ke pemerintah,” katanya.
Dia mengatakan, sepekan terakhir harga kelapa di Inhil memang naik pada kisaran Rp1.300 hingga Rp1.400 per butir. Namun Darmawan meyakini bahwa kenaikan harga kelapa di daerahnya tidak akan berlangsung lama.
Sarkawi (35), seorang petani kelapa di daerah itu menuturkan, turunnya harga kelapa lebih lama dirasakan masyarakat ketimbang bisa menikmati kelapa dengan harga tinggi. Saat ini memang harga kelapa naik, dan dia juga meyakini kenaikan harga kelapa itu tidak berlangsung lama.
Diungkapkannya, sejak akhir 2018 lalu, mayoritas kelapa bulat di daerah ini hanya laku dengan harga di bawah Rp1.000 per butir. Bahkan, ketika itu, harganya pernah menyentuh Rp700 hingga Rp800 saja perbutir. Kondisi semakin diperparah ketika menjelang Pemilu 2019 lalu. “Sekarang harganya sudah lumayan, namun tak lama. Lihat lah, nanti,” ungkapnya.(bpc3)