BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Ustaz Das’ad Latif ternyata pernah menjalani kehidupan menderita kurang lebih 16 tahun. “Babak belur hidup saya ketika itu,” ungkapnya dalam semua ceramah di Youtube.
Dia berkisah sejak kecil kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan membuat dia harus rela menjalani hidup dengan segala kesusahannya. Ustaz Das’ad pernah makan semangkok soto bertiga dengan saudaranya. “Dikasih banyak lomboknya supaya dikit dimakan,” ujarnya.Â
Karena susahnya untuk makan waktu itu, dia kemudian menyaran kepada adiknya untuk berpuasa Senin-Kamis. Meski merasakan lapar tapi dapat pahala. Dan itu terbiasa hingga saat ini.
Dia merupakan alumi SMA 4 Makassar dari rumah ke sekolah dengan jarak tempuh hingga 5 kilometer. Kondisi yang sama juga dia alami ketika kuliah. Dia juga pernah menjadi loper koran Harian Fajar, dengan mengayuh sepeda BMX mendatangi langganan setelah salat subuh.
“Kadang diburu lagi sama anjing yang punya rumah tempat ku ngantar koran. Hilang lagi sepeda BMX ku. Sampai sekarang saya tidak tahu siapa yang curi,” ungkapnya.
“Pernah menjual es lilin waktu sekolah. Kata guru tak boleh bawa jualan ke dalam kelas, lalu kusimpan di luar kelas. Sambil belajar ku lihatlah jualan ku dari dalam. Pernah semua saya rasa itu, Masya Allah.”
Pertama kali pindah ke Makassar dari kampung halamannya saat dia duduk di bangku SMP. Namanya anak kampung selalu mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari teman-temannya. Dia ingat betul bagaimana dia dikerjai oleh teman sekolahnya, dia dikurung di dalam kelas saat jam istirahat.
“Sering saya di bully, dibilang saya anak kampung, kampungan. Saya bilang daripada ko ndak ada kampung mu. Segala penderiaan kita jalani, bos. Saya pernah jadi tukang cuci pakaian. Saya datangi sepupu-sepupuku. Jangan mau laundry, saya yang cucikan, berapa sanggup kasilah upah. Saya lakukan semua itu. 16 tahun saya menderita,” ujarnya.
Ustaz Das’ad mengakui juga pernah dihina oleh seniornya tatkala kuliah di Unhas. Ketika keluar dari ruang kuliah dia dihampiri seniornya lalu berkata. “Tak malu ko Das’ad, cakar semua bajumu. Saya tidak malu. Alhamdulillah, dengan kesabaran yang saya miliki, Allah angkat derajat saya sedikit demi sedikit,” ungkapnya.
“Bukan mau sombong, saya pernah menjadi calon Walikota Makassar. Kalah saya, tidak. Cuma tidak banyak yang pilih saya. Apakah saya kalah, tidak. Belum tentu lebih hebat dia dari saya, cuma lebih banyak yang pilih dia,” cerita Das’ad.
“Bicara pendidikan, ada orang yang doktor tapi belum tentu ustaz. Ada ustaz belum tentu dokdor. Saya dua-duanya. Saya sombong? tidak. Hanya klarifikasi,” ujarnya disambut gelak tawa jemaah yang hadir.
“Bapakku petani penggarap, bukan pejabat. Ketemu dengan pejabat saja bapak saya ndak pernah. Lihat camat di kampung sudah senang sekali bapak saya. Petani penggarap, sawah orang dia garap lalu bagi hasil bukan dia yang punya sawah. Itu pekerjaan bapak ku. Kalau naik 10 karung untuk bapakku 1 karung. Tapi alhamdulillah, kita tidak pernah putus asa, kita harus ikhtiar terus. Tak mungkin Allah sengsarakan hidupmu kalau ko baik sama orang,” ungkapnya lagi.
“Bicara apa lagi, popularitas? followers ku banyak bos. Saya tidak pernah khawatir dengan rezeki karena Allah selalu melebihkan dari yang saya minta. Saya baru pulang umrah. Dalam sebulan 2 kali saya umrah. Dibayarkan. Bukan cuma itu, Allah kasih saya kemudahan. Lihat di TV bagaimana orang mencium hajar aswat, baku sikut semua orang. Setengah mati belum tentu bisa tembus. Ketika saya mau cium hajar aswat di kasi kosong itu pelataran, dikawal tentara dan polisi, dengan izin Allah. Belajar bos. Jangan lihat dirimu sekarang, tapi lihat yang akan datang,” ceritanya. (bpc3)
#dasadlatif #tausiyah #bugis