BERTUAHPOS.COM — Bank Indonesia (BI) bergerak cepat merespons pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi pagi ini, Selasa, 22 Oktober 2024, akibat sentimen negatif dari Amerika Serikat (AS).
Dilansir dari Bloomberg Technoz, Selasa, 22 Oktober 2024, Direktur Eksekutif Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, Edi Susianto, menyatakan bahwa BI telah melakukan intervensi di pasar valuta asing (valas) dan pasar NDF domestik untuk mengendalikan volatilitas rupiah.
Pelemahan rupiah dipicu oleh pernyataan hawkish pejabat Federal Reserve (The Fed) serta ketidakpastian politik menjelang pemilihan presiden AS yang tinggal dua pekan lagi.
“Meskipun ada tekanan, volatilitas pasar valas masih terkendali dan eksportir masih terlihat memasok valas ke pasar,” ujar Edi.
Pada pembukaan pagi ini, rupiah turun 0,25% dan terus melemah hingga mencapai level Rp15.568 per dolar AS, menjadikannya mata uang dengan penurunan terdalam di Asia.
Ringgit Malaysia, peso Filipina, dolar Taiwan, baht Thailand, won Korea Selatan, dan yuan Tiongkok juga melemah, namun rupiah mencatat pelemahan terbesar.
Pengaruh Kondisi Global Terhadap Rupiah
Tekanan terhadap rupiah disebabkan oleh aksi jual besar-besaran obligasi pemerintah AS (Treasury) yang memicu kenaikan imbal hasil (yield).
Yield obligasi AS bertenor dua tahun naik menjadi 4,03%, sementara tenor 10 tahun meningkat menjadi 4,19%.
Hal ini terjadi setelah rilis data fiskal AS yang menunjukkan peningkatan defisit menjadi US$1,83 triliun per September 2024, naik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Ketidakpastian politik di AS juga mempengaruhi sentimen pasar. Kedua kandidat presiden, Kamala Harris dan Donald Trump, sama-sama berjanji akan menerapkan kebijakan belanja populis, yang diperkirakan akan memperburuk defisit fiskal di masa mendatang.
“Siapapun yang menang, pasar Treasury AS akan menghadapi tekanan,” tulis analis dari Mega Capital Sekuritas, Lionel Priyadi dan Nanda Rahmawati, dalam catatan mereka.
Strategi BI Mengatasi Tekanan Pasar
Dalam menghadapi tekanan ini, Bank Indonesia diperkirakan akan kembali menggunakan Sekuritas Rupiah BI (SRBI) untuk mengurangi arus keluar modal (outflows).
Tekanan jual di pasar surat utang domestik menyebabkan kenaikan yield pada berbagai tenor, seperti SBN bertenor dua tahun yang naik menjadi 6,40% dan SBN bertenor 10 tahun yang mencapai 6,66%.
BI sebelumnya mencatat bahwa investor asing telah menjual SRBI senilai Rp5,31 triliun dalam empat hari perdagangan terakhir. Untuk mengatasi situasi ini, BI diperkirakan akan kembali merilis SRBI dengan tingkat bunga diskonto yang lebih tinggi, yaitu di kisaran 6,85%-6,95%.
Dengan meningkatnya tekanan dari pasar global, yield surat utang pemerintah Indonesia (INDOGB) berpotensi naik hingga 6,90%-7,00%, sementara yield surat utang berdenominasi dolar AS (INDON) dapat mencapai 5,10%-5,20%.
Analis memperkirakan bahwa BI akan terus memantau kondisi pasar dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian global yang terus berlangsung.***