BERTUAHPOS.COM — Nilai tukar rupiah diperkirakan masih menghadapi tekanan pelemahan dalam perdagangan hari ini, seiring arus jual besar yang melanda pasar keuangan global.
Dilansir dari Bloomberg Technoz, Rabu, 23 Oktober 2024, indeks dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat di level 104,09 pada dini hari tadi. Saat pembukaan pasar Asia pagi ini, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap enam mata uang utama lainnya, kembali naik tipis 0,02%.
Penguatan dolar AS terjadi di tengah gelombang penjualan di pasar surat utang dan saham, yang membuat yield UST-10Y naik ke 4,21% dan tenor 2Y di 4,03%.
Sementara itu, indeks S&P 500 dan Dow Jones terpantau melemah, dengan Nasdaq menjadi satu-satunya indeks yang masih bertahan di zona hijau. Tekanan ini turut berdampak pada rupiah.
Pada penutupan bursa New York kemarin, rupiah forward (NDF) untuk tenor 1 minggu dan 1 bulan masing-masing ditutup melemah di kisaran Rp15.568-Rp15.584 per dolar AS.
Saat bursa Asia dibuka pagi ini, rupiah forward semakin tertekan ke level Rp15.601 per dolar AS, yang menandakan potensi pelemahan rupiah di pasar spot. Kemarin, rupiah ditutup melemah 0,42% di Rp15.560 per dolar AS.
Tekanan di Pasar Surat Utang
Bila aksi jual di pasar surat utang negara (INDOGB) masih berlanjut seperti kemarin, nilai tukar rupiah berpotensi menyentuh level Rp15.600 per dolar AS.
Bank Indonesia diperkirakan akan terus berjaga untuk memastikan volatilitas rupiah tetap terkendali. Kemarin, BI langsung melakukan intervensi pasar ketika terjadi tekanan jual yang signifikan.
Meskipun begitu, pelemahan rupiah tercatat sebagai yang terburuk ketiga di Asia.
Kegelisahan Jelang Pemilu AS
Pasar keuangan global masih diwarnai kekhawatiran menjelang Pemilu AS yang tinggal beberapa pekan lagi. Pernyataan dari pejabat Federal Reserve sempat menggoyahkan ekspektasi pemangkasan suku bunga pada pertemuan bulan depan.
Namun, berdasarkan CME FedWatch, probabilitas pemangkasan suku bunga sebesar 25 bps pada November kini kembali meningkat menjadi 91%.
Selain itu, kekhawatiran mengenai prospek fiskal AS terus meningkat. Defisit fiskal diprediksi akan semakin melebar, terlepas dari siapa yang menang dalam Pemilu AS, mengingat kedua kandidat, Kamala Harris dan Donald Trump, mengusung program kampanye dengan biaya besar.
Investor semakin mencari aset safe haven seperti emas dan dolar AS. Harga emas kembali mencetak rekor baru di US$ 2.747,3 per troy ons.
Dampak Stimulus Tiongkok
Di Asia, langkah otoritas Tiongkok yang telah mengumumkan sejumlah rencana stimulus dinilai lebih bertujuan untuk mitigasi risiko, ketimbang memacu pertumbuhan ekonomi jangka pendek.
Chief Economist JPMorgan Chase & Co untuk China, Haibin Zhu, menyebut stimulus yang diumumkan tidak sebanding dengan paket stimulus 4 triliun yuan yang diluncurkan pada 2008.
Euforia pasar terhadap stimulus Tiongkok pun cepat memudar, dan investor menjadi lebih skeptis terhadap upaya otoritas dalam memacu perubahan ekonomi yang signifikan.
Tekanan di Dalam Negeri
Di dalam negeri, data Bank Indonesia menunjukkan perlambatan peredaran uang selama tiga bulan berturut-turut, yang mengindikasikan kurangnya pelumas bagi roda ekonomi domestik.
Sementara itu, lelang sukuk negara (SBSN) kemarin mencatat kenaikan incoming bids, terutama untuk tenor pendek seperti seri SPNS, yang menandakan investor mengambil langkah defensif di tengah tekanan pasar yang tinggi.
Secara teknikal, nilai tukar rupiah masih berpotensi melemah menuju level Rp15.580 hingga Rp15.600 per dolar AS, dengan support terkuat di Rp15.650 per dolar AS. Tren resistance psikologis ada di level Rp15.500 per dolar AS, yang menjadi target penguatan optimis.
Jika rupiah mampu bertahan di bawah Rp15.600 per dolar AS, terdapat potensi pelemahan lebih lanjut. Namun, jika penguatan hingga Rp15.500 per dolar AS tercapai dalam jangka menengah, rupiah berpeluang terus menguat hingga Rp15.440 per dolar AS.***