BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Sidang dugaan tindak pidana korupsi dengan terdakwa mantan Bupati Kuantan Singingi, Mursini, Rabu 8 September 2021, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Di sidang ini, majelis hakim menanyakan bukti Rp650 juta yang mengalir kepada seseorang yang disebut-sebut orang KPK.
Sesuai jadwal, Jaksa Penuntut Umum, Riski Rahmatullah SH dkk, menghadirkan lima terpidana dalam perkara yang sama sebagai saksi kepada majelis hakim yang diketuai DR Dahlan SH MH. Kelimanya yakni, Veri Ananta, Bendahara Pengeluaran Setdakab Kuansing, M Saleh, Kabag Umum Setdakab, Hetty Herlina, Kasubag Kepegawaian Setdakab dan Yuhendrisal, Kasi Layanan Informasi Publik, serta H Muharlius, mantan Sekdakab.
Setelah disumpah, Veri Ananta dimintai keterangan terlebih dahulu. Kepada majelis hakim, Veri Ananta mengatakan, perkara yang menyeret dirinya dan terdakwa Mursini adalah enam kegiatan di Setdakab tahun 2017 senilai Rp13, 3 miliar, yang sebagian kegiatannya fiktif dan bukti-bukti pertanggungjawabannya fiktif.
Di antaranya kegiatan makan minum, rapat koordinasi Forkopimda, kunjungan kerja dan dialog tokoh masyarakat. Saksi mengaku dirinya yang membuat SPJ enam kegiatan tersebut atas perintah M Saleh. Dari dana enam kegiatan yang sebagian fiktif tersebut, diberikan kepada seseorang yang mengaku KPK di Batam sebesar Rp650 juta, yang diberikan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp500 juta dan tahap kedua sebesar Rp150 juta.
Saksi mengaku pemberian uang kepada orang KPK tersebut atas perintah terdakwa Mursini. Saksi juga mengaku ikut langsung memberikan uang tersebut ke Batam. Ketika itu lanjutnya, terdakwa Mursini memberikan handphone Nokia untuk menghubungi orang disebut KPK tersebut. Dalam handphone terswbut hanya ada nomor “orang KPK” tersebut. Setelah memberikan uang dan kembali ke Riau, saksi menyerahkan handphone tersebut kepada terdakwa.
Terkait hal ini, majelis hakim menanyakan bukti kepada tim Jaksa Penuntut Umum. “Karena hal ini menyangkut dengan lembaga negara, harus ditelusuri betul apakah benar orang tersebut orang KPK, atau hanya mengaku-ngaku sebagai orang KPK. Jika tidak bisa dibuktikan bisa dituntut balik,” ujar hakim.
Hakim menanyakan kepada Jaksa Penuntut Umun mengenai handphone yang diberi terdakwa kepada saksi untuk menghubungi “orang KPK” tersebut. Namun handphone tidak dapat diperlihatkan.
Jaksa kemudian meminta saksi untuk menjelaskan perihal handphone tersebut. Atas pertanyaan ini, saksi mengatakan handphone tersebut telah diserahkannya kepada terdakwa setelah kembali melaksanakan perintah terdakwa menyerahkan uang tersebut.
Hakim kemudian menanyakan mengenai tiket keberangkatan ke Batam dalam rangka penyerahan uang atas perintah terdakwa tersebut. Hal ini juga tidak dapat diperlihatkan jaksa. “Kami sudah meminta manifest tersebut kepada maskapainya, tapi sampai saat ini belum diberikan. Jika hal ini diperlukan akan kami usahakan,” ujar Jaksa Penuntut Umum.
Selain Rp650 juta ke orang yang mengaku KPK, saksi mengaku juga menyerahkan uang Rp150 juta kepada terdakwa atas perintah plt Sekda. Uang tersebut untuk membantu biaya berobat istri terdakwa. Kemudian saksi juga mengaku mendengar adanya Rp500 juta kepada anggota DPRD Kuansing saat itu yang bernama Musliadi. Uang tersebut untuk pengesahan APBD. Kemudian Rp150 juta tambahan kepada anggota DPRD Kuansing yang bernama Rosi Atali. Uang yang diberikan ini diambil dari enam kegiatan yang sebagian fiktif dan pertanggungjawabannya direkayasa oleh saksi. (bpc17)