BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Koalisi Masyarakat Sipil mencatat pelaksanaan pemilu 2019 berjalan semerawut, bahkan ada ribuan pelanggaran terjadi. Dalam catatan mereka ada 1.022 kecacatan pemilu yang mayoritas merupakan pelanggaran.
Hal ini diungkapkan oleh Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jerry Sumampouw. Lembaga ini salah satu bagian dalam koalisi itu. Dia menyatakan pelaksanaan pemilu 2019 memiliki sejumlah catatan merah, terutama dalam hal penyediaan logistik.
“Kesimpulan pertama, pemilu kita semrawut, chaotic dan crowded. Penyebabnya tak lain adalah penyelenggara dan bukan masyarakat,” kata Jeirry di Jakarta, seperti dilansir dari CNNIndonesia, Jumat, 20 April 2019.
Semrawutnya pemilu, kata Jeirry, diindikasikan dari tidak tersedianya logistik. Padahal wilayah tersebut masuk dalam kategori masih terjangkau. Salah satunya, penyediaan logistik pemilu di Bekasi. Padahal Bekasi masih tergolong daerah yang mampu dijangkau dari segi pengiriman logistik.Â
“Kalau di Jayawijaya, Papua, orang masih bisa maklum karena masalah geografi. Kalau Bekasi bagaimana rasionalisasinya,” kata dia.
Dia mengatakan, kondisi demikian semakin diperburuk dengan lemahnya pengawasan Bawaslu. Harusnya lembaga ini punya kewenangan untuk memberikan himbauan atau setidaknya memperingatkan KPU atas kemungkinan potensi kekurangan logistik.
“Jadi jelas ini ada di penyelenggara Pemilu, bukan hanya KPU tapi juga Bawaslu. Ini bentuk ketidakmampuan Bawaslu memastikan logistik atau teknis betul-betul oke,” ungkapnya.
Jeirry menilai, ketidak siapan lembaga penyelenggara negara ini semakin diperkuat dengan tidak adanya respon atau tanggapan dari kedua lembaga itu atas kasus kekurangan logistik. KPU menyebut hanya akan melakukan pemilihan susulan tanpa mengungkap fakta dan kendala apa yang sebenarnya terjadi.
Bahkan, kata dia, KPU dan Bawaslu sendiri tidak merasa bersalah atas kasus-kasus ini. Buktinya tak ada pernyataan permohonan maaf secara kerbuka kepada publik sebagai bentuk pengakuan salah. “Ini sangat parah, menurut saya,” sambungnya.
“Pemilu 2019 sah dilaksanakan. Pelanggaran yang terjadi adalah tindakan oknum yang harus diteruskan ke institusi penindakan hukum. Paling banyak pelanggaran yang temukan ialah di sektor teknis dan administrasi dengan total 367 temuan,” katanya. (bpc3)
1.022 temuan dibagi dalam; pelanggaran teknis, administrasi, temuan, partisipasi, hak pilih, dan kesiapan penyelenggara.
- 204 temuan DPT yang tidak terpasang di TPS
- 93 temuan keterlambatan pembukaan TPS
- 20 temuan surat tertukar dan rusak
- 9 temuan surat yang kurang
- 5 surat suara yang tercoblos
- 6 temuan mengenai TPS yang ditutup tidak tepat waktu
Temuan terbesar: ketidaksiapan penyelenggara yakni sebanyak 275 temuan, dintaranya; Panwas tidak di tempat saat TPS buka, serta temuan kesiapan logistik yang dinilai kurang.
- Ada 97 temuan kasus logistik kurang
- 50 kasus logistik rusak
- 52 logistik terlambat
- Dan sisanya ialah karena bencana alam dan logistik rusak di Malaysia, NTB, Riau, bengkulu dan sejumlah tempat lainnya.
Temuan lainnya:
- 93 kasus politik uang (kasus dugaan politik uang di Jakarta Utara hingga Sumatera Utara).
- Adapula yang dilakukan tim kampanye di Probolinggo hingga Ciamis dengan pembagian uang tunai disertai stiker dan sembako.
Laporan ini dibuat Koalisi Masyarakat Sipil berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh relawan di lapangan sepanjang masa tenang 14-16 April 2019.
Pemantauan media untuk pemilu luar negeri selama 8 April hingga 14 April 2019 dan pemantauan media pada H-1 hingga H Pemungutan suara pukul 21.00 WIB.
Lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil:
- Mata Rakyat Indonesia
- Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR)
- Kode Inisiatif
- Indonesia Corruption Watch (ICW)
- Lingkar Madani Indonesia (LIMA)
- Komite Pemilih Indonesia (TePI) Indonesia
- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA)
SUMBER DATA: Koalisi Masyarakat Sipil/net