BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU – Keistimewaan rupiah pecahan koin menurun di mata masyarakat dan pedagang di Provinsi Riau. Uang koin itu dianggap lebih rendah jika dibandingkan dengan uang kertas walau nominal nilainya sama.
Jika perpedoman kepada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011, Pasal 23, setiap orang yang menolak bertransaksi dengan rupiah, akan dipidana dengan ancaman hukuman 1 tahun penjara, atau denda paling banyak Rp200 juta.
Bertuahpos.com menemukan ragam alasan saat melakukan wawancara langsung kepada pedagang dan masyarakat di 4 desa di 4 kabupaten di Provinsi Riau. Mulai dari repot, susah disetor ke bank, hingga kebingungan mengapa pedagang enggan terima koin sebagai alat transaksi, menjadi ragam alasan yang ditemui di lokasi.
“Susah disimpan dan susah dibawa-bawa,” kata Sri, seorang pemilik toko di Desa Kuantan Mudik, Kuansing saat diwawancarai bertuahpos.com, awal pekan lalu. Dari pengalamannya, memang tidak semua pedagang menolak transaksi dengan uang koin. Namun sebagian besar pedagang di sini memang menghindari transaksi dengan menggunakan rupiah pecahan koin.
“Kalau tidak percaya, coba lah sendiri, belanja ke kedai-kedai lain pakai duit koin. Mereka menolak. Jadi bukan di kedai saya aja yang menolak uang koin,” sambungnya.
Baca:Â Transaksi Rupiah Pecahan Koin Ditolak: Maaf di Sini Enggak Laku!
Arah pembicaraan kemudian mengerucut pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Transaksi Rupiah. Sri mengakui tidak pernah tahu mengenai hal itu. Pihak bank yang biasa datang menawarkan produk atau pinjaman juga tidak pernah menyinggung soal itu. “Kalau orang bank datang kami cuma ditawarkan pinjaman. Tak pernah mereka bicara soal uang koin,” sambungnya.
Alasan lain penolakan transaksi pembayaran dengan rupiah koin karena infrastruktur pendukung lemah. Menurut Ina, seorang pedagang harian di Kota Bangkinang, Kampar Riau, pedagang merasa sangat kesulitan setiap melakukan penyetoran uang koin ke bank untuk ditabung.
Arif, warga yang berdomisili di Kota Bangkinang, kepada bertuahpos.com mengakui memang kedai-kedai kecil lebih dominan melakukan penolakan transaksi dengan rupiah pecahan koin. “Sudah lama. Dari dulu juga duit koin enggak laku,” ujarnya.
Bagi pedagang di Desa Simpang Gaung, Inhil, Riau, mereka bahkan kebingungan mengapa banyak pedagang di desa ini enggan menerima rupiah pecahan koin sebagai alat transaksi. Menurut Ipin, seorang pemilik kios barang harian di desa itu, memang sejak dulu tidak pernah ada pedagang yang mau menerima uang koin jika ada masyarakat berbelanja.
“Di sini bahkan duit sen (koin) ‘dibuang’. Banyak berserak di jalan atau sudut-sudut rumah. Entah. Saya juga bingung kenapa duit sen ditolak. Kalau kami karena orang banyak nolak duit sen, kami juga begitu. Hampir semua pedagang di sini tidak menerima koin kalau ada masyarakat berbelanja,” ujarnya.
Budi, seorang pemilik warung harian di tempat ini menuturkan alasannya kepada bertuahpos.com, kalau uang koin itu repot untuk dibawa. Pada tahun 2001, warung miliknya pernah menerima transaksi menggunakan koin. Setiap sebulan sekali dia harus menghabiskan perjalanan selama 4 jam ke Kota Tembilahan hanya untuk menukarkan koin ke rupiah kertas.
“Hasilnya tak seberapa, Mas. Malah tekor kita. Uang sen yang sudah ditukarkan habis untuk ongkos speedboat di jalan. Makanya karena repot kita stop duit sen masuk ke warung,” kata dia.
Ibrahim, warga di desa itu juga mengatakan kalau di sini tidak pernah ada pedagang yang mau menerima rupiah koin kalau berbelanja di pasar atau di warung. Dia juga membenarkan kalau kondisi demikian sudah berlangsung sejak lama.
TIM LIPUTAN
Reporter: bpc2/3/9/11
Penanggungjawab: Muhammad
Pemred: Junaidi
Ikuti terus liputan khusus tentang penolakan transaksi rupiah pecahan koin oleh masyarakat di beberapa daerah di Riau.