BERTUAH POS.COM, PEKANBARU – Daya beli masyarakat di Riau terus mengalami penurunan meskipun dalam kajian ekonomi regional menyatakan bahwa inflasi di Riau tergolong rendah. Kondisi ini berbanding terbalik hari seharusnya, dimana daya beli masyarakat cenderung meningkat di tengah kondisi inflasi daerah yang cenderung stabil.
“Inflasi kita rendah, tapi kok daya beli masyarakat turun. Inikan aneh. Menelusuri masalah ini sama dengan mencari tahu ayam dulu baru telur, atau telur dulu baru ayam,” kata Kepala Devisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi BI Kantor Perwakilan Riau, Irwan Mulawarman, Selasa, 30 April 2019 di Pekanbaru.
Dalam kajian itu dia menambahkan, pihak-pihak yang bekerja dalam penghimpun data ekonomi daerah harus lebih jeli melihat secara jauh mengenai kondisi inflasi daerah dengan daya beli masyarakat. Apakah inflasi yang menyebabkan daya beli masyarakat turun, atau daya beli masyarakat yang menyebabkan inflasi rendah.
Idealnya, dijelaskan Irwan Mulawarman, angka inflasi yang tinggi memang cenderung membuat daya beli masyarakat terkoreksi. Sebab harga kebutuhan pokok yang tinggi membuat pola konsumsi masyarakat cenderung selektif dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Biasanya ada aksi menahan diri untuk memenuhi kebutuhan pokok yang penting.
Irwan menabahkan, kondisi yang terjadi di Riau justru berbeda. Daya beli masyarakat ternyata sangat dominan dipengaruhi harga jual CPO di pasar global. Turunnya harga jual CPO akan berpengaruh terhadap harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit masyarakat, sehingga membuat masyarakat di Riau cenderung menahan diri sehingga daya beli masyarakatkan turun. Atas dasar itulah membuat inflasi cenderung stabil bahkan tergolong rendah.
Dalam catatan BI, inflasi Riau pada triwilan IV tahun 2018 cenderung sama dengan inflasi pada triwulan III tahun 2018 sebesar 2,45 persen (yoy). Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi tahun 2017 mencapai 4,20 persen (yoy). Kondisi tersebut sejalan dengan tingkat inflasi Sumatera yang tercatat menurun sebesar 2,52 persen (yoy) pada triwulan III 2018 menjadi 2,40 (yoy).(bpc3)