BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Provinsi Riau memang sejak awal Republik Indonesia berdiri dikenal kaya akan minyak dan gas (migas) alam. Namun seiring berjalan waktu, cadangan migas yang masih dikelola perusahaan asing terus berkurang dan terancam habis.
Sehingga diperlukan transformasi komoditi yang bisa dijadikan penopang ekonomi lokal. Seperti hilir sawit maupun getah. Hal itu disampaikan pengamat ekonomi, Prof Didik J Rachbini saat Seminar Nasional Ekonomi Indonesia 2015 dan Outlook 2016 Memasuki Ekonomi ASEAN di Hotel Pangeran Pekanbaru, Selasa (22/12/2015).
“Saya percaya Riau memang kaya. Tetapi saat ini Riau harus tinggalkan minyak,” sebutnya dihadapan ratusan peserta.
Prof Didik menyampaikan hal itu sebab sejak tahun 2011 sektor Batubara, Minyak Sawit (CPO), karet, nikel, dan komoditas lainnya mengalami penurunan harga yang tajam. “Jika masih bertahan dengan keadaan saat ini maka ongkos produksi akan sangat mahal. Kecuali dengan industrial,” katanya.
Apalagi ekspor Indonesia masih rentan terganggu dengan gejolak ekonomi global. Sehingga sudah saatnya Riau berdiam diri dengan kebanggaan sebagai daerah yang kaya tetapi sangat bergantung dengan minyak dan gas bumi. “Untuk itu perlu dipikirkan Riau mulai mempertajam sektor pariwisata atau industrial,” sebutnya.
Dengan kondisi ekonomi yang rentan faktor eksternal, diperlukan komitmen pemerintah daerah tidak hanya wacana namun dengan implementasi. “Dengan harga CPO yang terus turun dari tahun ke tahun, karena itu untuk menghindari kondisi ekonomi seperti ini lagi Riau perlu transformasi ekonomi dari komoditi ke industrial,” katanya.
Didik menilai Riau cocok dan mampu untuk mengembangkan sektor tersebut. Tentunya dengan membuka kemungkinan pihak investor swasta mengembangkannya. “Sektor Sawit hilirnyakan banyak. Riau tinggal membuka buka diri saja, kepada pihak-pihak yang berminat membuka projek tersebut,” tuturnya.
Untuk prospek ekonomi tahun 2016, Prof Didik menyimpulkan pertumbuhan ekonomi akan berada pada 5 persen dengan nilai tukar rupiah 14 ribu per dolar US dengan tingkat inflasi 5 persen. “Tapi itu semua juga tergantung pemerintahnya, apakah pertumbuhannya mau tinggi atau tidak,” katanya.
Seminar ini dihadiri plt Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman, dengan pembicara Direktur Utama Bank Riau Kepri, Dr Irvandi Gustari lalu Wakil Kamar Dagang dan Industri Provinsi Riau, Viator Butar Butar. (Riki)