BERTUAHPOS.COM (BPC), PEKANBARU – Hiruk pikuk soal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penghapusan undang-undnag tentang cara menjadi pemimpin daerah memang memunculkan pro – kontra dibanyak kalangan.
Menurut Political Commucation Universitas Muhammadiyah Riau, Jupenri, keputusan MK adalah sebuah langkah yang perlu diapresiasi. Dia sependapat bahwa keputusan itu akan membawa keluar demokrasi, sebab memilih dan dipilih adalah hak mutlak setiap warga negara. “Kalau saya melihat ada sisi positif dan negatifnya,” katanya kepada bertuahpos.com, Jumat (10/07/2015).
Positifnya, bagi orang-orang yang ingin mencalokan diri tentunya harus siap mengundurkan diri dari instansi yang mengikat sebelumnya. Artinya ruang pertarungan untuk naik jadi kepala daerah posisinya sama. Tidak ada yang diistimewakan.
“Jadi yang naik itu betul-betul orang-orang yang ingin maju. Tidak lagi sekedar coba-coba. Karena ada resiko kan. Dan itu ditanggung sendiri.
Kalau hanya undang-undang mengatakan hanya sebatas cuti sementara dari jabatannya, saat ingin maju dalam pilkada, dikhawatirkan oknum akan memanfaatkan jabatan semula untuk mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan saat maju menjadi kepala daerah.
Sementara sisi negatif yang juga menjadi kekhawatirannya adalah, kepala daerah bisa menggunakan jabatannya saat ini untuk memenangkan keluarga dalam pilkada.
“Bukan dalam arti kata melarang. Tapi praktek seperti ini harus diawasi secara ketat. Termasuklah keterlibatan masyarakat dan lembaga penyelenggaraan pemilu. Harus ada ketegasan,” ujar Dekan Fakultas Komunikasi UMRI itu.
Diketahui sebelumnya, dalam pasal 7 huruf R, UU mengatur tentang bagaimana cara menjadi seorang pemimpin daerah. Dalam pasal itu seseorang yang mempunyai hubungan darah atau konflik kepentingan dengan incumbent tidak diperbolehkan maju menjadi pemimpin daerah.
Ada pun yang dimaksud ‘tidak memiliki konflik kepentingan dengan pentahana’ adalah tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu kecuali telah melewati jeda 1 (satu) kali masa jabatan. (Melba)