BERTUAHPOS.COM – Bila Anda baru lulus sekolah menengah atas, mungkin tulisan ini patut dibaca. Bila Anda seorang pekerja pemula atau baru merintis karir, ada baiknya Anda membaca artikel dibawah ini terlebih dahulu, dan atau bila Anda sedang bekerja tetapi sudah berstatus sebagai istri, maka kami sarankan Anda membaca tulisan ini hingga akhir.
Bagaimana tidak? Ditinggal sang panutan sejak masih sekolah dan kemudian puluhan tahun bekerja di berbagai perusahaan multi nasional bukanlah sesuatu yang mudah bagi seorang wanita. Apalagi di perusahaan tersebut terdapat banyak orang asing yang tentunya memiliki culture (kebudayaan) yang berbeda dengan Indonesia. Ini tentu hambatan dan masalah baru, namun bisa menjadi peluang emas yang dapat mempengaruhi masa depan.
Lantas bagaimana Corporate Communication Telkomsel Regional Sumbagteng Hanny Hairany ini mampu menjalankan kehidupan karir dan keluarganya hingga sukses? Ingatlah, perjalanan 10 ribu kilo tentu dimulai dari titik nol. Berikut wanita kelahiran Batam ini berbagi ilmu dan tips kepada pembaca setia BertuahPos.com melalui wawancara khusus dengan Yogie Syuhada, reporter BertuahPos. Semoga menginspirasi.
Dititik mana Anda memulai karir (bekerja)?
Selepas tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) pada tahun 1993 di mulai perjalanan karir saya. Selesai menyelesaikan pendidikan menengah, tidak langsung kuliah tetapi memulai bekerja di sebuah perusahaan yang masih milik keluarga BJ Habibie. Ketika sudah bekerja dan memiliki penghasilan barulah memulai untuk kuliah.
Sesuai dengan jurusan yang diambil, tentu pekerjaan saya tidak jauh dari mata kuliah, yakni marketing, sekretaris dan terakhir Corporate Communication. Pengalaman kerja dibidang marketing berlangsung hingga tahun 1996 dan sempat pindah di beberapa perusahaan termasuk El Nusa.
Nah, dalam perjalanan itu saya banyak berinteraksi dengan orang asing sehingga cukup banyak mempengaruhi pola kerja. Diantara culture tersebut ialah sikap disiplin dan attitude dalam bekerja. Di dunia kerja, dunia bisnis dan bahkan hubungan apapun itu, disiplin menjadi suatu keharusan.
Mengapa selepas sekolah menengah atas Anda langsung bekerja?
Ini memang pilihan sulit, pilihan yang tidak mudah. Apalagi ketika saat itu (saat masih duduk dibangku kelas 2) sudah ditinggal panutan keluarga, Papa. Namun, hidup tetap harus dijalankan, dan alhamdulillah saya terus memotivasi diri untuk terus melanjutkan pendidikan lebih jauh. Karena segala sesuatunya sudah berbeda terutama karena Papa sudah tidak ada lagi, maka saya mencoba bekerja terlebih dahulu. Setelah bekerja dan memiliki penghasilan, baru memulai kuliah di Universitas Islam Batam atau juga disebut Universitas Riau Kepulauan.
Sudah menjadi rahasia umum, saat masih muda atau remaja tentu banyak keinginan, banyak godaan dan tidak mudah mengendalikan diri. Bagaimana Anda melihatnya?
Itu memang benar. Ketika muda atau remaja, banyak godaan dan berbagai macam. Apalagi Papa tidak ada sejak SMA. Namun alhamdulillah saya memiliki tiga abang yang mengontrol saya secara bergantian. Awalnya memang merasa dikontrol, merasa tidak bebas, merasa diawasi, tetapi karena itulah (kontrol dari abang) saya masih berjalan sebagaimana mestinya.
Kemudian saya memotivasi diri lebih jauh lagi. Ketika saya melihat banyak teman-teman yang kuliah diberbagai daerah bahkan luar negeri, saya tidak terlalu cemburu dan mengambil pusing. Lagi-lagi saya tanamkan ke diri sendiri, bahwa meski saya kuliah di sini (Batam) saya tetap semangat dan percaya, dimana saja kuliah akan sukses.
Terbukti ketika selesai kuliah, kembali saya melihat teman-teman yang kuliah diberbagai tempat masih mencari kerja selepas menyelesaikan pendidikan. Sementara saya sudah bekerja terlebih dahulu, sudah belajar dunia kerja lebih awal. Tentu ini menjadi poin plus bagi saya sendiri dalam merintis karir.
Disisi lain, ketika kuliah sambil kerja, memiliki banyak kelebihan dan kebaikan. Karena kuliah sambil kerja, akan lebih mandiri, lebih bisa mengatur keuangan, lebih bisa mengatur segala sesuatunya.
Hanny Hairany bersama suami dan kedua putra putrinya
Kapan Anda menikah? Dan saat menikah, apakah berhenti bekerja atau muncul masalah baru dikeluarga?
Menikah ditahun 1998. Satu hal lagi yang saya syukuri ialah memiliki suami yang mengerti dan bahkan memberi pengertian yang jauh lebih baik lagi. Suami saya mengingatkan bahwa ketika saya merintis karir, maka ada konsekuensi yang harus ditanggung. Meski demikian, keluarga tidak boleh diabaikan dengan alasan apapun.
Memang itu benar (ada masalah), apalagi sejak saya dipindahkan dari Batam ke Pekanbaru. Karena waktu itu pusat Sumbanteng masih di Batam tetapi pada tahun 2011 dipindahkan ke Pekanbaru. Awalnya berat sekali, tetapi seiring waktu, terus belajar memenejemen waktu, maka segala sesuatunya mulai terasa semakin ringan.
Itulah salah satu dukanya, selain kepergian Papa. Pindah dari Batam ke Pekanbaru, harus jauh dari suami dan anak-anak. Waktu lebih banyak di Pekanbaru dibandingkan Batam. Di Batam hanya dua hari saja. Tetapi keluarga khususnya suami mendukung dan mengingatkan, bahwa ada konsekuensi ketika merintis karir apalagi di Telkomsel.
Sekali lagi, awalnya berat, tetapi seiring waktu dapat dijalankan dengan baik.
Bagaimana caranya?
Klik selengkapnya: http://bertuahpos.com/emagz/e-magz-bertuahpos-Mei-2015.pdf