BERTUAHPOS.COM — Harga minyak dunia sangat potensial mengalami kenaikan jika Donald Trump benar-benar memimpin Amerika Serikat kali ini, kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani, memberikan analisisnya dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Jumat 8 November 2024.
Menurutnya, kebijakan energi Trump, yang berasal dari Partai Republik, berbeda haluan dengan kebijakan Presiden Joe Biden dari Partai Demokrat. “Satu hal yang sangat berbeda adalah Presiden Trump, dari sisi isu perubahan iklim sangat berbeda dibandingkan Biden dari Partai Demokrat,” katanya.
Donald Trump, dalam hal penurunan CO2 terutama dari energi fosil, berbeda haluan atau tidak mengikuti seperti yang dilakukan Biden. Ini tentu akan memberikan dampak terhadap minyak dunia. “Maupun terhadap tren ke depan pada isu-isu terkait perubahan iklim maupun energi,” katanya.
Kebijakan Donald Trump, cenderung kurang mendukung penurunan emisi karbon di sektor energi. Sebelumnya, Trump juga mengusulkan peningkatan produksi minyak domestik untuk menekan harga minyak internasional.
Dampak Terhadap Kebijakan Lain
Selain berpotensi mempengaruhi harga minyak, Sri Mulyani juga menyebut bahwa kemenangan Trump dapat membawa perubahan kebijakan lain yang akan memicu reaksi pasar.
Kebijakan tersebut meliputi ekspektasi penurunan pajak korporasi, peningkatan belanja pemerintah, serta tarif impor yang lebih ketat, khususnya terhadap China.
Ketegangan dagang yang kian tinggi dengan China, menurutnya, dapat memperpanjang ketidakpastian di pasar global.
Selain itu, kemenangan Trump berpotensi menimbulkan risiko seperti kontraksi di sektor manufaktur global dan tekanan fiskal di banyak negara.
Kondisi Ekonomi AS Terkini
Sebagai mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia, Sri Mulyani mengamati bahwa ekonomi AS saat ini menunjukkan ketahanan yang kuat.
Pertumbuhan ekonomi AS tercatat sebesar 2,7% (year on year/yoy) pada kuartal III-2024, dengan tingkat pengangguran di level 4,1% dan inflasi menurun ke 2,4%.
Adapun penurunan inflasi ini, disebabkan kenaikan harga pangan yang menyebabkan The Fed menurunkan suku bunga Fed Fund Rate sebesar 25 basis poin dua hari lalu.
Selain itu, imbal hasil (yield) obligasi AS, atau US Treasury 10 tahun, mencapai 4,4%, didorong ekspektasi anggaran pemerintah AS yang ekspansif. Hal ini menyebabkan dolar AS terus menguat.
Menurut Sri Mulyani, penguatan dolar AS bukan hanya berdampak pada ekonomi domestik, tetapi juga ekonomi global, mengingat besarnya peran AS dalam perekonomian dunia dan dominasi dolar dalam transaksi internasional.
“Ini semua terjadi di AS, tapi karena AS adalah negara terbesar di dunia dari segi ekonomi dan penggunaan dolar AS di mana lebih dari 50% digunakan dalam transaksi dunia. Tentu ini akan memengaruhi perekonomian global,” katanya.***