BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Sebuah benda berbungkus plastik dikeluarkan oleh salah seorang Ninik Mamak dari Kesultanan Kampa, saat Gubernur Riau Syamsuar bertandang ke Istana Sultan Mahmud Syah Akhir Zaman, atau biasa disebut Istana Kesultanan Kampa, di Desa Koto Perambahan, Kecamatan Kampa, Kabupaten Kampar, Riau beberapa waktu lalu.
Benda yang terbungkus plastik itu lalu dibuka. Di dalamnya, masih terbungkus oleh ikatan secarik kain. Saat ikatan kain itu dibuka, terlihat sebuah peti kayu berukuran sekitar 10 inci. Penutup peti itu lalu dibuka, dari dalam dikeluarkan sebuah stempel kuno.
Stempel itu berbentuk bulat, dengan pegangan besi tua. bentuknya memanjang. Pada bagian ujung terlihat seperti jari-jari yang terhubung pada badan stempel. Warnanya hitam.
“Ini salah satu benda pusaka peninggalan Kesultanan Kampa. Sampai sekarang masih diincar Malaysia,” ujar pembina BP2KR Kesultanan Kampa Suhermi ketika itu.
Stempel ini, menjadi satu dari sekian banyak bukti dan keterangan yang mengatakan bahwa Kabupaten Kampar, Riau, merupakan satu dari sekian banyak daerah lainnya, yang menyimpan sejarah peradaban umat terdahulu, bahkan sejak 7 abad yang lalu.
Akar budaya dan adat hingga kini menjadi bagian penguat bahwa adanya kerajaan Kampa di kenegerian Kampa pada Abad 15, memang terbukti benar adanya. Hal itu dibuktikan dengan adanya tanah hak milik kerajaan Kampa, sisa bangunan, dan pohon Asam Jawa yang berumur ratusan tahun.
Termasuk stempel Kesultanan Kampa yang kini menjadi benda pusaka peninggalan sejarah Kesultanan Kampa. Menurut cerita dari salah seorang Ninik Mamak di sana, stempel itu hingga kini masih menjadi incaran orang-orang dari negeri Jiran, Malaysia.
Menurut sebuah penelitian, rancangan kompleks Kerajaan Kampa dengan konsep budaya yang disebut Tali Tigo Sapilin Tigo Tungku Sajorangan, di mana di dalam kawasan tersebut terdapat fungsi pemerintah melalui raja, persukuan melalui Ninik Mamak, dan agama melalui ulama (masjid).
Penataan yang diterapkan berdasarkan zonasi, yaitu zona inti untuk untuk fungsi kerajaan, dan zona pendukung untuk Ninik Mamak dan ulama. Ada 6 persukuan yang mengelola istana tersebut.
Eksistensi Kesultanan Kampa berakhir pada tahun 1939. Hal itu dikarenakan raja terakhir tidak memiliki keturunan, keluarga kerajaan kembali ke Malaysia, hingga upaya penghadangan oleh penjajah Belanda.
Sejak itu kompleks Kerajaan Kampa tidak terurus dan rusak termakan waktu hingga menyebabkan kerusakan dan kehilangan bangunan. Hingga saat ini yang tersisa adalah keping-keping bangunan dan benda-benda kerajaan lainnya.
Di sekitar tahun 2010-an, sisa-sisa jejak peninggalan sejarah tersebut menyadarkan masyarakat, terutama para Ninik Mamak pengampu kesukuan, untuk melestarikan kembali sejarah peradaban yang mereka miliki.
Saat ini Istana Kesultanan Kampa sudah selesai dipugar. Bentuknya sangat indah dan masih baru. Bangunan istana masih merujuk pada desain aslinya, dengan ornamen-ornamen Melayu khas Kampar yang dipadukan dengan warna kuning.
Secara umum, bangunan Istana Kesultanan Kampa menonjolkan kesan natural, yang didominasi bahan bangunan dari kayu, kecuali pondasi dan lantai yang dipoles dengan keramik.
Bangunan itu diberi nama Istana Sultan Mahmud Syah Akhir Zaman, Terletak di Desa Koto Perambahan, Kecamatan Kampa, Kabupaten Kampar, Riau.
Dalam sebuah perhelatan silaturahmi yang digelar pada Selasa, 12 April 2022 lalu, salah seorang Ninik Mamak memperlihat stempel peninggalan Kesultanan Kampa kepada Gubernur Riau Syamsuar***