BERTUAHPOS.COM — Nadhlatul Ulama (NU) tidak boleh terjebak dalam politik praktis. Orientasi khittah 1926 menjadi janji politik yang harus dipenuhi KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum PBNU terpilih, yang mana kepemimpinannya akan diarahkan untuk menjaga netralitas dan independensi NU. Wabil khusus dalam pergolakan Pilpres di 2024 mendatang.
Pandangan ini disampaikan oleh pengamat politik dari Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam, dikutip dari RMOL.id, Sabtu, 25 Desember 2021. Walau demikian, PBNU tetap punya tanggung jawab modal untuk menjaga arah politik dan demokrasi Indonesia, “…yaitu dengan memainkan peran strategis dalam konteks politik kebangsaan,” katanya.
“NU tidak boleh terjebak dalam politik praktis. Salah satu yang perlu dijadikan prioritas dalam politik kebangsaan adalah terus menjaga tegaknya Islam wasathiyah (toleran dan moderat) dalam ruang demokrasi Indonesia.”
Umam berkaca pada sejumlah Pilkada dan Pemilu tahun 2019 lalu, yang mana Indonesia dihadapkan pada tantangan serius dari kekuatan ekonomi-politik dengan memanfaatkan sentimen Islam konservatif dan fundamentalis. NU, kata Khoirul Umam, menjadi jangkar, pengayom, sekaligus tempat bertemunya (melting point) seluruh kekuatan Islam moderat di Indonesia.
“Agar eksploitasi politik identitas yang digarap melalui hoax, fake news dan hate speach yang membanjiri ruang demokrasi digital di Tanah Air bisa dinetralisir dengan optimal,” demikian mantan Ketua Tanfidz PCI-NU Queensland Australia ini.
Seperti ramai diberitakan, Gus Yahya mendapat suara 337, unggul dari rivalnya Said Aqil Siroj yang mencatatkan 210 suara dalam proses pemilihan dalam Sidang Pleno V Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama di Gedung Serbaguna Universitas Lampung, Bandar Lampung, Jumat, 24 Desember 2021. (bpc2)