BERTUAHPOS.COM, JAKARTA – Kondisi ekonomi global yang menjadi urat nadi pembangunan dunia masih terkontraksi akibat pandemi COVID-19. Indonesia termasuk satu dari 170 negara yang ikut terdampak. Hal ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah terutama dalam mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) 2030. SDGs yang digagas oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat tahun 2015 lalu ini dinilai mampu mewujudkan kesejahteraan bagi manusia sekaligus menjaga keberlangsungan bumi. Namun, situasi pandemi sejak akhir 2019 lalu membuat capaian target semakin berat dan berpotensi mundur.
Oleh karena itu, Presiden RI Joko Widodo mendorong berbagai pihak untuk saling bersinergi dan berinovasi agar target SDGs bisa tercapai. Terlebih, pihak pemerintahan maupun swasta telah memiliki keunggulan, pengalaman, dan pengetahuan yang bisa menjadi modal untuk mencapai target SDGs.
“Tantangan ini tidak boleh menyurutkan semangat dan tidak boleh menurunkan target SDGs kita. Indonesia harus mencari cara-cara dan terobosan baru agar bisa melakukan lompatan dalam mencapai target SDGs,” tegas Presiden dalam Konferensi Tahunan SDGs 2020 Indonesia yang disiarkan virtual, Kamis (17/12/2020) lalu.
Data dari Kementerian Keuangan, sepanjang 2020, ekonomi Indonesia terkontraksi 2,07 persen yang dimulai pada kuartal II 2020, yakni minus 5,3 persen. Meski demikian, kondisi tersebut harus dapat menjadi momentum untuk merancang strategi baru dalam mengakselerasi SDGs seiring dengan penerapan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) atau disebut konsep pembangunan build, back, and better.
Presiden juga meminta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/ Bappenas) untuk menyiapkan strategi berkelanjutan agar target SDGs bisa tercapai di tengah situasi pandemi. Salah satunya transformasi ekonomi melalui pembangunan rendah karbon dan ekonomi hijau (Green Economy).
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/ Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti, Ph.D, mengatakan pandemi membuat pemerintah mereposisi kebijakan dengan mengutamakan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam pembangunan Indonesia ke depan. Pertumbuhan ekonomi harus sejalan dengan pelestarian lingkungan melalui penerapan ekonomi hijau
“Green economy bukan hambatan untuk masa datang, tapi suatu peluang menjadi lebih produktif dan berkelanjutan,” ujar Amalia dikutip dari bappenas.go.id, Kamis (18/2/2021).
Pasca pandemi COVID-19, ekonomi mengarah pada pemulihan hijau dari ekonomi linear menjadi ekonomi sirkular. Hal ini menjadi langkah penting untuk menuju siklus yang lebih baik.
“Ke depan, ekonomi harus berevolusi, karena selama ini ekonomi linear dan menunjukkan adanya bahan baku. Barang diproduksi, digunakan, lalu dibuang, sehingga tidak ada barang yang didaur ulang,” katanya.
Situasi pandemi telah mengakibatkan 2,7 juta orang Indonesia kehilangan pekerjaan. Untuk itu, program ekonomi hijau diyakini dapat menciptakan peluang pekerjaan dan investasi baru, termasuk investasi 10 juta dollar AS pada pembangunan renewable technology yang dapat menciptakan 75 juta pekerja baru nantinya. Investasi ini menciptakan pekerjaan lima kali lebih banyak dibandingkan pembangunan energi biasa. Hasil simulasi Kementerian PPN/ Bappenas menunjukkan energi baru dan restorasi lahan gambut dapat menciptakan 103 ribu pekerjaan setiap tahunnya.
“Kita lihat dunia memiliki tren baru. Pandemi telah membawa perubahan salah satunya tren green recovery. Paket ekonomi yang dilakukan negara lain adalah menempuh langkah pemulihan hijau,” imbuhnya.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga akan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Perpres tersebut diharapkan dapat mencapai penurunan target emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen pada 2030 mendatang.
Perpres akan mengatur mekanisme perdagangan karbon atau karbon kredit yang bekerja dengan tiga aturan sederhana mulai dari Cap atau batasan emisi yang tidak boleh dilampaui oleh suatu negara atau perusahaan, kemudian Trade atau perdagangan sisa emisi karbon yang belum digunakan “dibeli” oleh pihak lain mengeluarkan emisi lebih banyak dari seharusnya, serta Offset atau konsekuensi akibat peningkatan emisi yang terjadi seperti menanam pohon atau berinvestasi pada energi terbarukan yang menggantikan energi fosil di wilayah lain. Selain itu juga mengatur Result Based Payment (RBP) dan pajak atas karbon yang akan mendukung target Nationally Determination Contribution (NDC) Indonesia kepada dunia sebagai wujud mitigasi dan adaptasi.
Kebijakan NEK ini menjadi landasan yang kuat bagi Indonesia untuk mencapai target NDC dan mewujudkan pembangunan rendah karbon yang terkait dengan penyelenggaraan nilai ekonomi karbon serta pembentukan instrumen pengendalian dan pengawasan, seperti measurement, reporting, verification (MRV), sistem registrasi nasional (SRN), dan sertifikasi. Jika perpres tersebut disetujui, KLHK mampu menyusun peta jalan ekonomi karbon untuk jangka panjang.
Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan, pengendalian emisi sejalan dengan pembangunan berkelanjutan, bukan merugikan pembangunan. Menurutnya, inovasi pemanfaatan nilai ekonomi karbon akan membuat langkah pengendalian emisi menjadi efektif.
“Kita wajib bisa kendalikan tingkat emisi dari sektor energi jika mau capai target emisi dan berkontribusi terhadap upaya dunia menjaga pemanasan global tidak lebih dari 2 derajat Celsius, sehingga dampak perubahan iklim bisa dikelola dengan baik,” papar Siti dalam sebuah kesempatan, Kamis (18/03/2021).
Melalui Perpres NEK, pelaksanaan program ekonomi hijau rendah karbon secara masif tinggal selangkah lagi. Jika berjalan sesuai harapan, hasil pengendalian emisi dapat dinikmati dan dilanjutkan generasi mendatang. Tidak hanya memberikan keuntungan secara ekonomi bagi masyarakat, akan tetapi juga membawa kelestarian lingkungan khususnya hutan. Untuk itu, perlu adanya kesempatan bagi banyak pihak untuk berkolaborasi. Upaya penurunan emisi melalui ekonomi hijau yang rendah karbon juga digalakkan oleh perusahaan swasta.
Seperti komitmen Asia Pacific Resources International Limited atau APRIL, perusahaan perkebunan serat dan penghasil kertas berkelanjutan yang beroperasi di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Di tengah pandemi COVID-19, perusahaan yang berada di bawah naungan Grup Royal Golden Eagle (RGE) itu meluncurkan komitmen APRIL2030. APRIL2030 mengandung serangkaian aksi nyata untuk menjawab masalah iklim, lingkungan, dan masyarakat. Komitmen tersebut diimplementasikan APRIL sembari tumbuh menjadi perusahaan yang berkelanjutan dalam satu dekade ke depan. Hal itu disampaikan Managing Director RGE Anderson Tanoto dalam agenda APRIL2030 secara virtual, Selasa (17/11/2020) lalu.
“Mengapa APRIL merilis komitmen ini di tengah pandemi? Ya, di balik situasi yang berat dan penuh tantangan ini justru ada peluang yang bisa dimanfaatkan untuk bertransformasi demi mewujudkan masa depan yang lebih baik,” katanya.
Ia mengatakan, terdapat empat pilar APRIL2030 untuk mendukung pembangunan berkelanjutan selama satu dekade ke depan. Keempat pilar tersebut adalah iklim positif, lanskap yang berkembang, kemajuan inklusif, dan pertumbuhan yang berkelanjutan. Karena itu, lewat pilar “iklim positif”, APRIL melakukan beberapa langkah untuk menahan laju perubahan iklim.
“Hal itu mencakup perwujudan nol emisi bersih dari pemanfaatan lahan dengan mengoptimalisasi penyerapan dan penyimpanan karbon, serta meminimalisasi emisi melalui pengelolaan lanskap,” jelas Anderson.
Selain itu, perusahaan penghasil kertas “PaperOneTM” ini juga berkomitmen memperkuat pemanfaatan energi terbarukan ramah lingkungan. Tujuannya, untuk memenuhi 90 persen kebutuhan energi pabrik dan 50 persen energi operasional. Salah satu caranya dengan memasang panel surya sebagai sumber energi berkapasitas 20 megawatt yang menjadi instalasi terbesar di Indonesia dari sektor swasta. Pemasangan instalasi ini ditargetkan selesai pada 2025.
“Serangkaian aksi tersebut sejalan dengan target prioritas pemerintah untuk meningkatkan porsi energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050,” paparnya lagi.
Anderson menjelaskan, pemasangan panel surya dilakukan untuk mendukung komitmen Paris Agreement dalam menghentikan pemanasan suhu bumi agar tidak lebih dari 2 derajat Celcius. Panel surya mampu mengurangi emisi karbon dioksida. Tak berhenti di situ, APRIL juga berkomitmen memperluas upaya konservasi dan restorasi lahan dari yang dimiliki saat ini hingga 2030 nanti. Pada pilar komitmen “lanskap yang berkembang”, perusahaan akan memperluas area konservasi dan restorasi di luar wilayah operasional dengan menyisihkan dana dari tiap ton kayu yang digunakan dalam produksi. Untuk mencapai target APRIL2030, dana sebesar 10 juta dollar AS disiapkan untuk membiayai investasi di bidang lingkungan.
Soal pemanfaatan sains terhadap permasalahan lahan gambut tropis, APRIL tengah merampungkan pembangunan Eco Research Camp di Semenanjung Kampar, Riau. Ke depan, pusat riset tersebut terbuka untuk ilmuwan, akademisi, dan pemangku kepentingan yang ingin meneliti gambut. Sementara itu, pada pilar “kemajuan inklusif”, APRIL mendukung pemberdayaan masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai ialah menghapus kemiskinan ekstrem di radius 50 kilometer (km) dari area operasional APRIL, penyediaan layanan kesehatan dasar, mengurangi stunting di Riau hingga 50 persen, meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan menengah, serta memastikan terciptanya kesetaraan gender.
Kemudian, pilar terakhir APRIL adalah “pertumbuhan yang berkelanjutan” lewat diversifikasi, sirkularitas bisnis, dan produksi yang bertanggung jawab. Implementasi pilar ini dilakukan dengan mengurangi penggunaan bahan kimia, air, dan limbah padat.
Direktur Utama PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Sihol Aritonang mengatakan, empat pilar APRIL2030 sejalan dengan target SDGs serta sesuai dengan program prioritas pemerintah. Sebagai informasi, PT RAPP yang merupakan bagian dari Grup APRIL ini senantiasa bersinergi dengan program pemerintah baik di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten. “Misalnya, komitmen Indonesia di tingkat global untuk ambil bagian mengurangi emisi karbon, mengentaskan kemiskinan, menurunkan angka stunting, dan pendidikan yang layak. Hal ini juga tertuang dalam agenda APRIL2030,” kata Sihol beberapa waktu lalu.
Sebelum merancang APRIL2030, kata Sihol, pihaknya telah menggelar sejumlah diskusi dengan berbagai lembaga dan kementerian terkait, salah satunya adalah KLHK. Pada akhirnya, dalam mencapai target SDGs bukan hanya kerja keras satu pihak saja, melainkan kolaborasi seluruh pemangku kepentingan demi tercapainya agenda dunia untuk kesejahteraan manusia dan terjaganya bumi untuk generasi mendatang.***