BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Kebijakan larangan mudik lebaran sudah ditetapkan pemerintah tanpa bisa ditawar. Dengan demikian, pada Lebaran Idul Fitri 1442 H/2021 kali ini, sama dengan tahun sebelumnya.
Pemerintah mengklaim kebijakan ini diterbitkan dalam rangka untuk menekan angka kasus terkonfirmasi Covid-19. Menurut pemerintah langkah ini dianggap tepat.
Lantas, apakah tingginya intensitas mudik masyarakat akan berpengaruh terhadap pergerakan inflasi pangan di daerah?
Deputi Kepala Perwakilan BI Riau Bidang Perumusan dan Implementasi Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah Teguh Setiadi mengungkapkan, sejauh ini tak ada pengaruh inflasi di daerah dengan tingginya pergerakan jumlah orang saat mudik lebaran.
“Karena kalau kita amati memang di momentum puasa dan lebaran itu merupakan masa-masa orang berbelanja dalam jumlah yang banyak. Jadi, di mana saja orangnya, jumlah kebutuhan mereka terhadap bahan pokok juga tetap akan meningkat,” ungkapnya, Selasa, 13 April 2021.
Dia menambahkan, di satu sisi memang dimaklumi euforia Ramadhan dan Idul Fitri itu akan dirayakan oleh setiap individu bersama dengan keluarganya. Namun di sisi lain, hal seperti ini tentu akan sangat berdampak terhadap stabilitas harga.
Berangkat dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, momentum seperti ini cenderung akan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk mengambil keuntungan berlebih. Sedangkan masyarakat tidak melihat dari sisi melejitnya harga sembako, asal kebutuhan rumah tangga mereka terpenuhi.
Hal seperti ini tentu saja tidak sehat bagi pergerakan inflasi. Oleh sebab itu perlu dikendalikan sebisa mungkin agar tetap stabil.
“Nah, hal ini kemudian menjadi seperti psikis masyarakat secara luas, kalau Ramadhan ya harus belanja. Seharusnya tidak begitu,” sebutnya.
Secara spesifik, BI Kantor Perwakilan Riau, memiliki beberapa catatan penting terkait persoalan pengendalian harga bahan pokok [Bapok] masyarakat di Pekanbaru.
Kondisi ini disebabkan belum terkontrolnya faktor-faktor utama pemicu, sehingga perlu dilakukan tindakan konkrit agar stabilitas ketersediaan dan harga pangan dapat terkendali.
Teguh mengungkapkan beberapa catatan yang selama ini dirangkum BI menunjukkan ada struktur harga yang dianggap ‘liar’ atau di luar kewajaran terhadap komoditi utama, seperti harga cabai merah, ayam ras, telur ayam dan bawang.
“Kondisi ini berkaitan dengan situasi pada rantai pasok. Menurut catatan kami, setidaknya ada delapan titik rantai pasok yang harus dilewati oleh komoditi-komoditi itu sebelum sampai ke konsumen,” ungkapnya.
Teguh menyebut, perlu dilakukan strategi tepat untuk melakukan pemangkasan terhadap rantai pasok agar harga bisa ditekan dan petani diuntungkan.
Selain itu, BI Riau juga mencatat adanya siklus pangan tidak relevan yang cenderung membuah harga hasil panen jatuh. “Terkait dengan siklus pangan, di Pekanbaru ada lahan pertanian. Nah, cabe merah misalnya, siklusnya selalu sama, saat panen harga rendah, saat tanam harga naik,” jelasnya.
Oleh sebab itu, perlu diatur pola tanam yang baik agar hasil panen tetap akan memberikan dampak stabilitas ketersediaan komoditas itu dipasaran sehingga harga juga ikut terkendali. “Pola ini yang menurut kami perlu untuk dilakukan perbaikan,” jelasnya. (bpc2)