BERTUAHPOS.COM, PEKANBARU — Kaum imigran yang tengah mencari suaka di Pekanbaru, dianggap sebagai kelompok rentan terhadap tekanan psikis berat di tengah pandemi corona [Covid-19].
Menurut Kepala Bagian Perencana dan Program, Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia [PKBI] Riau Kuntum Khaira, sejak awal berada di Pekanbaru [yang merupakan negara asing] kaum imigran berada dalam ketidakpastian.
“Selama pandemi mereka semakin berada dalam keterbatasan. Kemudian mereka harus menunggu dalam batas waktu yang tidak jelas untuk dipindahkan ke negara ketiga. Situasi ini akan menambah tekanan benan mental sehingga sangat berdampak besar terhadap psikis mereka,” katanya, Jumat, 25 Desember 2020.
Dia menambahkan, di Riau ada sembilan akomodasi [tempat tinggal imigran], lima diantaranya terdapat di Pekanbaru. Untuk satu akomodasi terdiri dari lima kepala keluarga.
Dengan segala keterbatasan sangat berpotensi pagi kaum imigran di hadapkan pada tekanan psikis berat.
“Kondisi seperti ini akan memungkinkan terhadap segala tindakan yang akan terjadi. Salah satunya tindakan kekerasan berbasis gender. Misalnya tindakan [kekerasan] suami terhadap istri, sehingga berdampak kepada anak-anak mereka,” kata Kuntum Khaira.
Khaira mengatakan, PKBI bekerjasama dengan International Organization of Migration [IOM] untuk melakukan pendampingan terhadap kaum pengungsi di masa pandemi Covid-19, dalam upaya pencegahan terjadinya tindak kekerasan gender.
“Kami [PKBI] sebelumnya sudah melakukan training berbasis gender kepada kaum pengungsi [Imigran] untuk para pengungsi. Selain itu kami juga sudah membentuk tim peduli kekerasan berbasis gender di setiap akomodasi [kelompok imigran] di Pekanbaru,” ungkapnya.
Dengan kata lain, setiap akomodasi dilibatkan satu perwakilan dari imigran ke dalam tim ini, yang bertugas untuk melakukan pemantauan. Jika terjadi sesuatu, maka tim inilah yang pertama sekali akan melakukan pendampingan.
“Merekalah nantinya yang akan memberikan pendampingan pertama, termasuk memperhitungkan jika memang perlu dilakukan langkah-langkah lanjutan. Cenderung memang kekerasan itu terjadinya di lingkaran keluarga yang melibatkan anggota keluarga mereka masing-masing,” tuturnya.
“Terutama bentuk pendampingan psikologis, penyelesaian masalah dengan pendekatan mental. Kecuali memang kalau korbannya mengalami kekerasan fisik sampai ada luka, jika memang perlu dilakukan visum atau tindakan hukum lainnya, baru akan dilakukan tindakan seperti itu,” sambungnya. (bpc2)