BERTUAHPOS.COM — Perbaikan data UMKM harus segera dilakukan pemerintah, mengingat hal ini cukup urgen. Desakan ini sampaikan oleh sejumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, yang sebelumnya juga dikeluhkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengutarakan bahwa pihaknya mengalami kesulitan untuk mengakses akses data pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM di Indonesia. Dia juga ikut mendesak pemerintah segera melakukan perbaikan data UMKM.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Rudy Mukhtarudin mengungkapkan, kesulitan penyaluran bantuan serta pemberdayaan UMKM secara efektif selama ini diakibatkan masih tersebarnya sumber data pengusaha mikro dan kecil di berbagai instansi dan lembaga.
“Kesulitan hari ini banyaknya bantuan UMKM overlap, orangnya itu-itu juga (yang mendapat bantuan) tapi sumber datanya macam-macam, sehingga kita sulit bikin database yang akurat dan mudah dicari,” ungkapnya.
Lebih spesifik dia mengungkapkan, saat ini data UMKM tersebar di banyak instansi seperti bank atau nonbank. Dia menilai pendataan UMKM yang parsial diperparah dengan buruknya kualitas pencatatan pelaku usaha mikro dan kecil.
Kondisi ini membuat banyak pelaku usaha yang harusnya tidak terdaftar sebagai UMKM akhirnya masuk kelompok ini. Untuk mengatasi sengkarut persoalan data tersebut, dia mendorong segera terjadi reformasi pendataan pelaku UMKM.
Seluruh instansi dan lembaga yang selama ini kerap terlibat dalam pemberdayaan UMKM perlu terlibat dalam reformasi pendataan ini.
“Penting bagi kita untuk segera melakukan reformasi besar-besaran terhadap update database UMKM Indonesia, sehingga jika diperlukan data tersebut cepat kita dapatkan dan tepat sasarannya, dan pembinaan jadi lebih gampang kita untuk menyisirnya,” tuturnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VI dari Fraksi PDI Perjuangan Deddy Yevri Hanteru Sitorus menuturkan pembuatan pusat data UMKM terpadu harus segera dilakukan agar pembiayaan, pendampingan, dan pemberdayaan pelaku usaha mikro serta kecil bisa terintegrasi.
Menurutnya, pusat data terpadu bisa meminimalkan potensi tumpang tindih program pemberdayaan atau penyaluran bantuan bagi UMKM. Solusinya, perbaikan data UMKM harus segera dilakukan.
“Masing-masing pihak jalan sendiri-sendiri, baik itu pemerintah (kementrian dan lembaga) maupun BUMN, Perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Cara yang selama ini kurang efisien, tidak efektif dan kurang sinergis,” katanya.
Sekedar informasi, dalam situasi pandemi Covid-19, pemerintah telah mengalokasikan dana stimulus untuk UMKM sebesar Rp123,46 triliun. Dana tersebut dipisahkan peruntukannya ke dalam beberapa bentuk, seperti subsidi bunga atau imbal hasil pembiayaan sebesar Rp35,28 triliun.
Kemudian untuk penempatan dana restrukturisasi Rp78,78 triliun, belanja imbal jasa penjaminan (IJP) Rp5 triliun, penjaminan kredit modal kerja Rp1 triliun, keringanan pajak penghasilan UMKM Rp2,4 triliun, dan pembiayaan investasi melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Koperasi UMKM sebesar Rp1 triliun.
Pemerintah juga telah dan sedang menyalurkan Bantuan Presiden (Banpres) Produktif untuk 12 juta-15 juta UMKM. Setiap pelaku usaha mikro akan mendapat bantuan tunai Rp2,4 juta atau Rp600 ribu per bulan selama empat bulan. (bpc2)